Memahami Batasan

Imamat 10:1-7
Minggu Pra-Paskah 3
Hari itu Kemah Suci gempar. Nadab dan Abihu, dua anak Harun, hangus dijilat api dan mati di tempat (2). Alkitab jelas menerangkan kesalahan mereka, yaitu membawa api yang asing. Itu tidak pernah diperintahkan Tuhan kepada mereka (1).
Api asing ini bermula saat Nadab dan Abihu mengambilnya dari perbaraan. Secara sederhana, perbaraan berarti perapian, yaitu suatu wadah untuk membakar sesuatu. Perbaraan itu milik mereka sendiri. Jadi, bukan milik Bait Allah. Ini kesalahan pertama. Kedua, di atas perbaraan, mereka menaruh api dan membakar ukupan, yaitu wewangian seperti dupa atau kemenyan.
Apa yang mereka lakukan bukan perintah Tuhan, bahkan bertentangan. Dalam Kel. 30:7–9, hanya Harun, sebagai Imam Besar, yang berhak membakar ukupan. Ini perintah Tuhan. Pelanggaran terhadapnya adalah pelecehan terhadap kemuliaan-Nya (3). Nadab dan Abihu terbakar hidup-hidup sebagai penegasan kekudusan Allah. Kesalahan Nadab dan Abihu adalah melewati batas hak dan kewajiban. Mereka terlalu lancang mempermainkan aturan Tuhan. Konsekuensinya pun serius: mati.
Dalam bermasyarakat, setiap orang punya peran masing-masing. Semua ada batasan agar hidup bisa berjalan harmonis. Jika melompati batasan yang ada, kita berisiko terjebak dalam kesalahan. Untuk itu, kita perlu kebijaksanaan agar dapat menempatkan diri. Kita belajar menahan diri agar tidak lancang seperti Nadab dan Abihu. Hanya dengan pengendalian diri—sesuai tempat dan peran—maka kehidupan bisa selaras.
Zaman sekarang, batas-batas norma sudah menipis dalam kehidupan kita. Anak sudah tidak lagi menghormati orang tuanya. Sebaliknya, orang tua pun lupa memperhatikan anaknya. Hak dan kewajiban terlalaikan begitu saja. Peristiwa naas yang menimpa Nadab dan Abihu semoga bisa menjadi pelajaran buat kita. Ada batasan yang kita semua harus jalani agar tercipta keselarasan. Jangan melanggar batas itu.
Doa: Tuhan, bimbinglah kami agar memahami batasan antara hak dan kewajiban. [IM]
Ihan Martoyo
Scripture Union Indonesia © 2017.