Allah yang ditolak

1 Samuel 8:1-22

Pasal 8-10 merupakan transisi dari masa hakim-hakim kepada masa kerajaan. Peristiwanya dimulai ketika Samuel telah tua dan anak-anaknya terlihat tidak bisa diandalkan kerena kebejatan moral mereka (1-3). Penolakan bangsa Israel atas kepemimpinan anak-anak Samuel serta permintaan mereka akan seorang raja ?seperti bangsa-bangsa lain? didasarkan dua alasan. Pertama, bagi mereka kepemimpinan ala hakim-hakim tidak bisa menjamin mereka aman dari musuh. Sebaliknya musuh mereka, bangsa Filistin sebagai sebuah kerajaan, memiliki kekuatan politik dan militer yang terus menerus sebagai momok buat Israel yang tidak memiliki kedua unsur tersebut. Kedua, pada dasarnya kekhawatiran bangsa Israel disebabkan mereka lebih menaruh kepercayaan pada kekuatan yang kelihatan ketimbang kekuatan yang hanya dapat dilihat melalui kacamata iman. Maka, Tuhan menilai bahwa permintaan bangsa Israel akan seorang raja pada dasarnya adalah suatu bentuk penolakan terhadap diri-Nya (7-9).


Namun Allah membiarkan bangsa Israel mengambil pilihannya. Sepertinya bangsa Israel merasa menang karena Allah membiarkan mereka. Namun, sesungguhnya sesuatu yang mengerikan sedang terjadi di tengah bangsa itu. Sebenarnya yang terjadi ialah justru bangsa itulah yang sedang dijauhkan dari anugerah Allah. Hal itu terungkap dari peringatan Allah tentang kesulitan yang akan dihadapi bangsa Israel dengan raja baru mereka, dan apabila bangsa itu menangis mencari Tuhan, maka Tuhan pun akan tidak peduli lagi (10-18). Betapa mengerikannya hal ini, bukan? Namun agaknya sudah menjadi ciri dari orang berdosa untuk selalu ingin mengambil jalannya sendiri, terpisah dari Allah, sehingga walaupun konsekuensi mengerikan sedang menunggu mereka, jalan tersebut tetap akan mereka tempuh (19-20).


Bagaimana dengan kita sendiri? Ketika kesulitan hidup menghadang, kepada siapakah pertama-tama kita berpaling? Hal-hal yang kelihatan yang menjadi pegangan orang dunia, seperti uang, koneksi, kekuasaan, dst.? Atau Tuhan?

Scripture Union Indonesia © 2017.