Kuasa versus amarah.

Kisah Para Rasul 4:1-12
Minggu ke-1 sesudah Pentakosta

Sangat menarik jika kita mau membaca Lukas dan Kisah Para Rasul
sebagai suatu karya tulis yang besar. Apalagi mengamati
perkembangan, perpindahan bahkan kontras dari berbagai tema dan
tokoh di dalamnya.


Contohnya adalah Petrus. Sebelum ini, pembaca bertemu dengan Petrus
yang ketakutan dan akhirnya menyangkali Yesus ketika ia
menghadapi tuduhan secara berturut-turut oleh tiga orang di
rumah Imam Besar (Luk. 22:54-62). Kini, setelah Pentakosta,
Petrus bersama-sama dengan Yohanes menghadapi amarah para
pembesar keagamaan Yahudi (ayat 1-2) dengan suatu seruan
pemberitaan Injil yang tidak malu-malu dan berani. Di dalam
sidang yang sama yang telah menghukum Yesus dengan hukuman mati
(Luk. 22:63-71), Petrus memperhadapkan para pemimpin Yahudi
kepada suatu fakta yang tidak dapat ditolak. Mereka tidak dapat
menyangkal bahwa si lumpuh memang telah disembuhkan. Petrus
menyatakan bahwa jika mereka mengakui kesembuhan si lumpuh,
seharusnya mereka mengakui juga kebenaran kesaksian Petrus yang
menyatakan bahwa si lumpuh disembuhkan karena kuasa Nama Yesus
(ayat 9-10). Tidak hanya itu, sesuai dengan nas PL, Yesus Sang
Mesias yang telah mereka tolak itu justru adalah bagian
terpenting dari bangunan yang sedang didirikan Allah, yaitu
umat-Nya (bdk. Luk. 20:17). Yang terutama adalah, hanya di dalam
nama Yesus Kristus sajalah manusia dapat diselamatkan (ayat 12).
Keyakinan Petrus dan Yohanes yang didasarkan pada tuntunan Roh
Kudus (ayat 8) inilah yang menjadi dasar dari tindakan,
perkataan dan keberanian mereka. Keberanian ini tidak sia-sia,
karena kesaksian mereka berbuah demi kemuliaan Tuhan (ayat 4).


Renungkan:
Kristen menjadi berani bukan karena bakat ataupun pemotivasian
psikologis, tetapi karena Roh Kudus. Keberanian dalam Roh itu
akan memampukan bersaksi dan bertindak dalam ketaatan.

Scripture Union Indonesia © 2017.