Mengapakah penderitaanku tidak berkesudahan, dan lukaku sangat payah, sukar disembuhkan? Sungguh, Engkau seperti sungai yang curang bagiku,
air yang tidak dapat dipercayai.
Yeremia 15:18
Menggugat Allah
Bolehkah orang percaya marah kepada Tuhan, bahkan sampai menggugat? Jawabannya tidak mudah. Saat derita karena sakit tak kunjung sirna, saat diagnosis dokter menyatakan bahwa kasus kita mendekati tahap terminal, saat satu per satu sistem tubuh kita makin melemah, kita terpukul berat. Kita bertanya, ”Mengapa? Mengapa Engkau biarkan ini terjadi padaku? Mengapa Engkau tidak menjauhkan penyakit ini dariku? Kau kejam dan tidak adil, Tuhan!”
Terkadang kita membandingkan nasib kita dengan peruntungan orang lain. Mengapa mereka yang tidak kenal Tuhan malah berhasil, hidup penuh canda, dan pesta pora? Sedangkan, yang jatuh-bangun berusaha untuk mengimani Allah justru menerima berbagai luka dan kesusahan? Ketika penyakit dan tekanan hidup yang mengikutinya meruntuhkan dunia kita, ada saat di mana kepalan tangan kita mengacung kepada Tuhan! Kita mempertanyakan kebaikan-Nya. Kita menganggap Tuhan tidak fair. Kita merasa percuma saja beriman kepada-Nya.
Pergumulan berat ini menjadi semacam luka terbuka di dada Yeremia, sampai ia menuduh bahwa Allah curang kepadanya. Ayub yang adalah pemazmur, bahkan Yesus, pernah berteriak, ”Mengapa?” kepada Allah. Itulah kejujuran orang yang serius bergumul dengan sisi gelap kehidupan. Semua pertanyaan dan gugatan itu telah ditanggung oleh Yesus di atas kayu salib. Ia tidak mendapatkan jawaban, sebab Ia harus menjadi jawaban bagi gugatan kita! Dalam karya Yesus, Allah menderita bersama kita. Dan, kita diminta untuk tidak berlama-lama menggugat-Nya, tetapi balik memercayai hikmat-Nya.
Doa: Puji syukur, Tuhan, salib-Mu telah menjadi jawaban bagi gugatan kami di hadapan-Mu.
Untuk Mendengarkan Audio Klik Link dibawah ini