Persembahan yang Benar

Roma 12:1-8
Minggu ke-26 sesudah Pentakosta
Apa pun agama dan kepercayaannya, manusia biasanya memberikan persembahan kepada Pribadi yang disembahnya. Caranya bermacam-ragam sesuai dengan aturan dan ketentuan yang diterima dan disepakati bersama oleh kelompok kepercayaan masing-masing. Persembahan itu bisa berbentuk uang, harta benda, hasil bumi, termasuk di dalamnya waktu dan talenta. Semuanya itu baik kalau dilakukan secara sukarela dan tanpa paksaan. Tetapi, Paulus mengajak warga jemaat di Roma untuk mempersembahkan seluruh tubuh sebagai persembahan yang hidup. Sebagai orang Yahudi, apalagi kaum Farisi, Paulus terbiasa mempersembahkan kurban. Apa pun yang dipersembahkan, entah kambing atau domba, atau lembu, semuanya harus tanpa cacat, bahkan tidak boleh luka. Anehnya, semua persembahan (kalau binatang, kecuali burung merpati) harus disembelih. Setelah membutuhkan sebelas pasal untuk menjelaskan rencana dan maksud Allah, barulah Paulus menganjurkan, demi kemurahan hati Allah, warga jemaat di Roma untuk menyerahkan tubuhnya bagi Allah kita, sebagai persembahan yang hidup lagi kudus. Kudus berarti secara khusus-bukan untuk tujuan yang lain-kepada Allah. Dan Paulus menegaskan bahwa itulah ibadah yang berkenan (istilah aslinya: yang rohani). Tak hanya kepada jemaat di Roma, kepada orang percaya abad XXI pun nasihat Paulus ini dialamatkan. Kita diminta menyerahkan tubuh sebagai ibadah yang hidup dan benar. Berarti, kita mengabdikan diri seutuhnya-waktu, tenaga, pikiran, juga harta-kepada Tuhan saja. Dan itu hanya mungkin jika kita mau berubah, yaitu perubahan berdasarkan pembaruan budi. Artinya, setiap saat kita mau berintrospeksi. Berintrospeksi berarti kita mengambil waktu untuk mengevaluasi diri. Evaluasi diri yang baik akan memampukan kita mengambil langkah selanjutnya. Dengan demikian, kita dapat membedakan mana yang baik, yang berkenan kepada Allah, dan yang sempurna. Itulah ibadah yang sejati-yang sungguh diperkenan Allah. ?
Charles Christano
Scripture Union Indonesia © 2017.