Jangan keraskan hati!

Yeremia 19:1-15

Setelah lama berada dalam situasi yang sama, kita cenderung merasa nyaman dan tahu semua. Kita memandang diri sebagai orang yang tahu sejarah, tahu bagaimana segala sesuatu seharusnya dilakukan, sedangkan orang lain hanya pendatang baru yang tak tahu apa-apa. Kita menjadi resisten terhadap apa pun yang tak sesuai dengan pakem yang ada di kepala kita.


Bangsa Yehuda telah terlena sehingga susah diperingatkan. Pada Yeremia 18:4, Tuhan menggunakan perumpamaan tanah lempung yang tengah dikerjakan oleh tukang periuk. Tanah lempung ini bisa saja rusak lalu dihancurkan untuk dibentuk menjadi benda yang berbeda. Dalam proses itu, tanah lempung dipertahankan tetap lembab sehingga mudah dibentuk-bentuk sesuai kemauan hati tukang periuk. Setelah mencapai bentuk yang diinginkan, tanah lempung itu akan dibakar pada suhu tinggi sehingga menjadi keras. Gambaran inilah yang kini digunakan oleh Yeremia.


Orang-orang Yehuda mengeraskan hati mereka sehingga tak ada jalan lain untuk mengingatkan, menegaskan, dan mengklarifikasi apa sesungguhnya panggilan Tuhan dalam hidup mereka. Sebuah titik-tak-terbalikkan telah tercapai. Seperti tembikar yang telah dibakar tadi, umat Yehuda pun tampaknya membuat Tuhan habis sabar. Tak ada pilihan selain tembikar dipecahkan dan dibuang dari hadapan Tuhan. Reformasi Yosia tak mampu membendung kekelaman hati bangsa Yehuda yang telah terhilang dari hadapan Tuhan (2Taw. 34:32-33). Walaupun reformasi nasional digalakkan, tetapi orang-orang ini terus menyembah allah-allah asing di balkon-balkon rumah mereka (13). Orang bisa menunjukkan sikap hidup saleh karena takut terhadap sanksi sosial atau karena "tahu sama tahu", tetapi Tuhan melihat hati. Ada kalanya ia cukup menegur dengan lembut, tetapi terkadang Ia perlu menghajar dengan keras (bdk. Ibr. 12:6).


Dalam kehidupan pribadi, dalam pelayanan, dan di mana pun juga, belajarlah untuk selalu memiliki hati yang siap belajar dan terbuka untuk dibentuk Tuhan. Oleh karena itu, jangan keraskan hati!

Scripture Union Indonesia © 2017.