Mazmur 100

Sukacita atau rutinitas
Ibadah dapat menjadi sebuah rutinitas belaka tanpa ada maknanya.
Jika hal ini telah terjadi dalam hidup kita maka sebaiknya kita
mengadakan introspeksi diri. Ibadah bukanlah pertemuan formal
atau rutinitas semata. Begitu juga dengan pemazmur yang berusaha
menghindari hal tersebut. Oleh karena itu, pemazmur berusaha
mengungkapkan makna ibadah kepada Tuhan.


Mazmur ini digolongkan sebagai nyanyian pujian. Melalui pujian
pemazmur mengajak umat menyatakan bahwa Allah itu baik. Ajakan
ini dimulai di ayat 2 dengan kata "beribadah." Kata ini memiliki
arti melayani Tuhan dengan sukacita. Pemazmur mengajak umat
untuk memikirkan alasan untuk memuji Tuhan, yaitu Dia adalah
Allah di atas ilah-ilah, yang telah menciptakan manusia, dan
yang telah menebus umat-Nya menjadi milik-Nya (ayat 3). Hal ini
mengingatkan pengalaman keluarnya bangsa Israel dari Mesir.
Tidak mengherankan jika di ayat 4 muncul nyanyian syukur.
Kebaikan Allah disyukuri dengan mendekat kepada-Nya serta
menghampiri takhta-Nya, sambil memuji kasih setia-Nya. Formula
ekspresi ini dipakai untuk masuk ke dalam sebuah ibadah korban
syukur sehingga umat Allah tahu persis bahwa Allah itu baik dan
layak untuk disembah.


Umat Israel mengetahui bahwa Allah yang mereka sembah sungguh baik
karena keselamatan yang telah Ia berikan. Artinya kebaikan Allah
itu kekal dan menyentuh seluruh kehidupan manusia. Berangkat
dari titik inilah, pemazmur mengajak umat untuk beribadah bukan
lagi sebagai karena suatu rutinitas atau paksaan melainkan
dengan sukacita. Ekspresi apa yang kita pancarkan ketika kita
memasuki ibadah? Penuh dengan sukacita atau sekadar kebiasaan?
Jika kita mampu memahami kebaikan Allah dalam hidup kita secara
baik maka ibadah bukan menjadi rutinitas melainkan sukacita.


Responsku:
----------------------------------------------------------------
----------------------------------------------------------------

Scripture Union Indonesia © 2017.