Apakah Allah berubah setia?
Dari khotbah, pembinaan, pengajaran, dan pembacaan firman, kita
belajar bahwa Allah tidak berubah. Ia tidak berubah baik
kekuasaan-Nya, kasih setia-Nya maupun sifat-Nya. Maka sikap-Nya
kepada umat-Nya pun tidak berubah. Berarti, Ia akan tetap
mengasihi, mempertahankan umat, membuat umat dalam posisi
mendapat berkat. Bukankah begitu anggapan kita? Kecuali kita
sedang mengalami berbagai kesulitan hidup sehingga kita mulai
mempertanyakan kuasa, keadilan, atau kasih setia Allah. Meskipun
penyebab kesulitan itu adalah kesalahan diri kita sendiri.
Berbeda dengan bagian pertama mazmur ini (ayat 1-19), bagian kedua
ini (ayat 20-36) diungkit pemazmur untuk membangun gugatannya
terhadap Allah di bagian ketiga (ayat 37-52). Pemazmur
mengingatkan Allah tentang perjanjian-Nya untuk membuat umat-Nya
langgeng di bawah kepemimpinan garis keturunan Daud. Ketika
ternyata di era pembuangan Israel hancur bahkan sampai terbuang
menjadi tawanan, kesan dan pemahaman pemazmur tentang Allah
berubah. Kini ia menggugat Allah seolah kasih setia-Nya telah
berubah (ayat 39), Ia membatalkan perjanjian-Nya secara sepihak
(ayat 40), Ia bersikap tidak adil dengan berpihak pada musuh
Israel (ayat 43-44), dan Ia sengaja mencelakakan Israel (ayat
45-46).
Pengalaman dan reaksi pemazmur itu tidak unik sebab kita pasti akan
menunjukkan sikap yang sama jika kita mengalami kesulitan.
Bangunan dengan fondasi kokoh dan kuat saja pun masih bisa
tergoncang, apalagi bangunan yang fondasinya serba `tanggung.\'
Penderitaan Israel bukan disebabkan oleh perubahan kasih setia
Allah, tetapi karena ketidaksetiaan Israel sendiri. Penderitaan
Israel justru menunjukkan bahwa Allah tidak berubah. Mazmur yang
ditutup dengan permohonan keinsyafan (ayat 47-52) dan pujian
(ayat 54) ini menjadi bukti bahwa Allah tetap setia memroses
umat-Nya melalui hajaran-Nya.
Responsku:
----------------------------------------------------------------
----------------------------------------------------------------