Berhenti berdusta!
Di manakah kita bisa menemukan kebenaran dan keadilan disuarakan
dan dipraktikkan? Dalam tempat tertentu yang seharusnya
kebenaran ditegakkan justru sering kali hanya berisikan dusta
dan kepintaran bersilat lidah untuk menjungkirbalikkan fakta.
Perintah kesembilan ini melarang umat Israel bersaksi dusta melawan
sesamanya di pengadilan. Dalam uraian perintah kesembilan ini di
kitab Ulangan, seseorang dinyatakan bersalah dan patut dihukum
mati bila ada dua atau tiga saksi yang keterangannya saling
meneguhkan. Satu saksi saja tidak cukup. Untuk memastikan
kesaksian itu benar maka para saksi sekaligus bertindak sebagai
pelaku eksekusi hukuman mati tersebut (Ul. 17:6-7). Hal ini
berbeda dengan kasus Nabot, dua saksi dusta yang disogok oleh
Izebel telah menyebabkan Nabot dihukum mati walaupun ia tidak
bersalah (1Raj. 21:8-10, 13-15).
Dalam Imamat 19:16, perintah kesembilan ini dijabarkan menjadi
larangan menyebarkan fitnah di antara umat Israel, yang sekarang
lazim disebut sebagai bergosip. Pepatah yang berbunyi, "Fitnah
lebih kejam daripada pembunuhan" memanglah tepat. Fitnah
merupakan pembunuhan karakter. Seseorang yang terkena fitnah,
hidupnya akan selalu dicurigai dan dipandang bersalah oleh orang
lain yang terhasut fitnah. Menfitnah dapat menyebabkan orang
yang tidak bersalah menanggung hukuman berat. Bergosip adalah
tindakan jahat yang dapat membuat hidup seseorang menjadi hancur
dan rumah tangga orang menjadi berantakan.
Anak-anak Tuhan dipanggil untuk menyatakan kebenaran. Tuhan Yesus
mengajarkan "Katakan ya bila ya dan tidak bila tidak, selebihnya
adalah dosa" (Mat. 5:37). Tindakan bergosip dan bersaksi dusta
bukanlah tindakan kristiani, bahkan hal-hal itu menunjukkan
seseorang bukan anak Tuhan sejati.
Camkan:
Orang yang gemar berdusta adalah anak-anak Iblis karena Iblis
adalah bapak para pendusta (Yoh. 8:44).