Siapa pemilik kehidupan?
Hukuman mati yang dikaitkan dengan hak azasi manusia adalah isu
kontroversial. Para tokoh Kristen pun terbagi dua, antara yang
pro dan yang kontra. Masalahnya ialah siapa yang memiliki hak
atas hidup mati manusia?
Inti perintah keenam ini adalah hak untuk menentukan hidup dan mati
seseorang ada di tangan Allah. Ia yang men-ciptakan dan
memberikan kehidupan bagi manusia maka Dia pula yang berhak
untuk mengambil kembali kehidupan itu (Mzm. 104:29-30). Oleh
karena itu, manusia tidak memiliki hak untuk menentukan hidup
atau mati baik bagi dirinya sendiri maupun bagi sesamanya.
Namun, Alkitab melalui Hukum Taurat mengajarkan bahwa Tuhan dapat
memakai manusia sebagai alat untuk menghukum ciptaan-Nya,
termasuk menghukum mati sesamanya. Hukum Taurat mengatur hukuman
mati bagi para pezina, penghujat orang tua, penyembah berhala,
pembunuh sesamanya, dan pembunuh dalam peperangan. Semua
peraturan ini jelas sehingga tidak bisa ditafsirkan macam-macam.
Membunuh berbeda dari menghukum mati. Izin untuk menghukum
diberikan kepada para pemimpin umat berdasarkan keterangan para
saksi yang dapat dipercaya. Hal ini didukung oleh Perjanjian
Baru yang menegaskan kuasa pedang dari pemerintah yang dipilih
oleh Allah untuk menegakkan kebenaran dan keadilan atas bangsa
yang dipimpinnya (Rm. 13:4).
Gereja harus berani menghadapi dan menjawab pertanyaan kontroversial
seperti eutanasia dan aborsi. Hak hidup atau mati manusia tetap
di tangan Allah. Namun, Tuhan juga mengatur kehidupan melalui
sistem-sistem yang dikembangkan oleh manusia. Oleh karena itu,
kita harus selalu bertanya apakah setiap keputusan yang diambil
pemerintah maupun lembaga yang berwenang sedang mewujudkan
kehendak Allah atau sedang bermain sebagai "allah"?
Renungkan:
Jiwa manusia berharga di mata-Nya, karena itu kita harus menjaga
dan menghormatinya.