Hak rasul dan pemberitaan Injil.

1Korintus 9:1-18
Minggu ke-15 sesudah Pentakosta

Pada masa perkembangan gereja saat ini, tidak dapat dipungkiri
bahwa sering sekali kita mendengar rumor tak sedap tentang hamba
Tuhan yang memasang tarif dalam pelayanannya. Kalau rumor itu
benar, maka para hamba Tuhan harus meneladani Paulus dalam
pelayanannya sebagai hamba Tuhan, yang tidak pamrih meskipun ia
juga tidak menentang jemaat yang memberi dan hamba Tuhan yang
menerima.


Jemaat Korintus menyangsikan kerasulan Paulus karena ia tidak mau
menerima bayaran dari mereka. Pada masa itu, di dunia Yunani-
Romawi, ada banyak guru agama dan filsuf yang menghidupi diri
mereka sendiri dari menerima bayaran, tetapi ada juga yang
menghidupi diri mereka tanpa menerima bayaran, khususnya para
filsuf. Tindakan Paulus menolak bayaran berarti menolak tunduk
pada si pembayar. Hal ini menyebabkan Paulus dihujat. Paulus
membela dirinya dengan mengatakan bahwa kerasulannya itu terbukti
dari buah-buah yang dilihat dan dinikmati oleh jemaat Korintus
(ayat 1, 2). Lebih lanjut, sebagai seorang rasul, Paulus memiliki
sejumlah hak sebagaimana rasul-rasul lainnya (ayat 4,5). Paulus
menyatakan bahwa dirinya berhak menerima bayaran dari jemaat
Korintus dengan berdasarkan: [1] pikiran logis manusia (ayat 6-
8); [2] firman Tuhan PL (ayat 9-10) yang intinya adalah setiap
pelayan jemaat berhak mendapatkan upahnya dari jemaat yang
bersangkutan (ayat 11-12a).


Namun, Paulus menolak upah mereka karena ia tidak mau menjadi batu
sandungan dalam penginjilan. Mengapa? Karena: [1] bagi Paulus
pemberitaan Injil adalah tugas; [2] Injil yang dia beritakan
memiliki makna lebih penting daripada upah yang berhak
diterimanya. Sikap Paulus tersebut semakin menjelaskan kepada
kita bahwa upah yang paling penting bagi Paulus adalah upah
kebebasan untuk tidak menerima upah demi Injil (ayat 18).


Renungkan:
Seberapa jauh kita berani mengorbankan hak kita demi Injil dan
jiwa-jiwa yang dimenangkan bagi Tuhan?

Scripture Union Indonesia © 2017.