Di kota inilah Yesus akan mati di tangan bangsa-bangsa kafir!
Mereka yang menyertai Yesus masuk kota itu cemas. Satu-satunya
yang tidak menunjukkan kecemasan dalam rombongan itu hanyalah
Yesus. Yesus dengan penuh kerelaan menyadari bahwa Ia harus
menderita, dan mati bagi semua orang. Perjalanan menuju
Yerusalem adalah perjalanan penuh ketakutan dan penderitaan,
tetapi sekaligus perjalanan menuju kemenangan di mana semua
tindakan dan karya-Nya mengarah ke salib yang membebaskan kita
dari kuasa dosa.
Sungguh ironis, sebab di saat para murid cemas, Yakobus dan Yohanes,
anak-anak Zebedeus, melihat kondisi ini sebagai suatu kesempatan
untuk mendapatkan kedudukan tinggi, dan tempat terhormat. Namun
permintaan mereka dijawab Yesus dengan menjelaskan dua hal.
Pertama, cawan yang harus Ia minum. Cawan itu merupakan lambang
sukacita (lih. Mzm. 23:5; 116:13), dan dukacita dalam PL (lih.
Mzm. 11:6; Yeh. 23:31-34; Yes. 51:17-23; Yer. 25:15; Rat. 4:21).
Yesus memakai cawan dalam pengertian terakhir, yaitu bahwa Ia
harus minum dari cawan yang berisikan hukuman. Kedua, baptisan.
Dibaptis berarti merendahkan diri dengan penuh kepatuhan,
mengorbankan diri sendiri (bdk. Luk. 12:50). Melalui kedua
gambaran ini jelas bahwa demi Kerajaan itu Yesus harus
menderita. Mampukah para murid melakukan hal ini?
Melalui penderitaan Kristus, kita mendapatkan teladan pelayanan dan
kehidupan kristiani, yaitu melayani dalam kasih, kerendahan
hati, penaklukan diri kepada kehendak Allah (bdk. Flp. 2:1-11).
Renungkan:
Kebenaran Allah menjadi nyata melalui kematian Yesus Kristus,
dan belas kasihan Allah kepada kita dinyatakan melalui kurban
pengganti yang Allah sendiri berikan.