Ada apa dengan Maria?
Jawabannya jelas: begitu banyak hal-hal yang besar. Pertama,
bertemu dengan malaikat Gabriel bukanlah kejadian yang biasa
dialami seorang Yahudi, apalagi seorang wanita. Kedua,
mendengar berita yang disampaikan Gabriel, bahwa ia akan
mengandung. Pertanyaan spontan Maria pada ayat 34 menunjukkan
keterkejutannya karena dirinya dikatakan akan mengandung sebelum
menikah dan hidup serumah dengan Yusuf, tunangannya (lih. 3:5).
Maria memikirkan akibat sosial yang akan dialaminya karena
peristiwa itu (bdk. 1:48a). Sudut pandang Lukas dari pihak Maria
ini (kontras dengan Matius yang melihatnya dari sisi Yusuf)
mengajak kita untuk merenungkan sikap Maria dalam menghadapi
rencana Allah yang begitu mengejutkan ini. Jika dibandingkan
dengan kisah sebelumnya, mungkin kita bertanya: mengapa Maria
tidak menerima hukuman seperti Zakharia karena mempertanyakan
pemberitaan Gabriel. Jawabannya sederhana, orang lanjut usia
dikaruniai anak bukanlah hal yang baru dalam sejarah bangsa
Yahudi (ingat Abraham dan Sara), sementara kelahiran dari
seorang perawan tanpa keterlibatan seorang laki-laki belum
pernah terjadi. Tetapi, setelah penjelasan Gabriel, kita melihat
justru tekad dan keberserahan Maria untuk menerima kehendak dan
rencana Allah yang disampaikan melalui Gabriel (ayat 38).
Teladan yang kita dapatkan dari Maria adalah, kerelaannya untuk
mempercayakan perjalanan hidupnya kepada rencana Allah,
betapapun drastisnya rencana itu menyebabkan perubahan dalam
hidupnya.
Renungkan:
Teladanilah Maria yang dalam tiap situasi apa pun—meski sulit,
berkata: "Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah
padaku menurut kehendak-Nya"