Pertolongan di luar Allah = sia-sia!
Pada pasal ini Hosea kembali merinci dosa-dosa bangsa Israel
(ayat 1,2,12). Kebohongan/penipuan, melarikan diri dari Allah
dan mengharapkan pertolongan dari kekuatan lain, seperti Asyur
dan Mesir, sama halnya dengan mengabaikan Allah. Ia tidak hanya
meninggalkan Allah, tetapi juga mengikat perjanjian dengan
bangsa Asyur dan Mesir (ayat 2), yang kemudian justru akan
menelan mereka. Artinya, sikap dan tindakan Israel ini tidak
hanya telah membatalkan perjanjiannya dengan Allah secara
sepihak, tetapi juga Israel telah mengabaikan syarat-syarat
perjanjian dengan Tuhan yang telah disepakati yaitu: pertama,
Israel dengan cara tidak bertanggung jawab telah melepaskan diri
dari tanggung jawabnya sebagai umat Allah. Kedua, demi
kepentingan diri sendiri, tanpa memperhatikan kepentingan Allah,
Israel rela melaksanakan syarat-syarat perjanjian dengan Asyur
dan Mesir. Sebagai bangsa, seharusnya kita bisa belajar dari
pengalaman Israel dengan Allahnya dalam sejarah bangsa itu.
Israel juga mengalami krisis multidimensi seperti kita. Agaknya,
usaha-usaha perbaikan yang bersifat politis, ekonomis, dan
sosial saja tidak cukup untuk menyelamatkan bangsa Israel dari
krisis multidimensinya. Kata kunci yang mestinya dapat
menyelamatkan mereka dari krisis multidimensi waktu itu ialah
pengajaran Tuhan. Ketika mereka mengabaikan pengajaran Tuhan
itu, maka mereka pasti menuai kebinasaan.
Persoalannya dengan bangsa kita ialah, apakah segala usaha baik di
bidang politik, ekonomi, maupun sosial yang telah dirintis saat
ini sudah merupakan usaha yang ‘cukup’ untuk menyelamatkan kita
dari krisis multidimensi bangsa ini? Tentu saja tidak! Bangsa
ini juga harus belajar dari kebaikan, keadilan dan kebenaran
Allah yang tentu sangat menjunjung tinggi nilai-nilai moral yang
baik. Artinya, kita harus memiliki nilai-nilai luhur seperti
kejujuran, ketulusan, kesediaan untuk berkorban, menghargai
nilai-nilai luhur kemanusiaan, tidak mementingkan diri sendiri
atau kelompok, dll.
Renungkan:
Di masa-masa penantian ini, nilai-nilai luhur seperti itulah
yang seharusnya menjadi komitmen kita menyambut kedatangan-Nya.