Lidah seorang murid

Yesaya 50:1-11

Yesaya 50:4-6 memaparkan identitas Sang Hamba. Demi melaksanakan
panggilan-Nya, Ia menundukkan diri menjadi murid Tuhan. "Lidah"
dapat berarti "bahasa", atau dapat pula berarti "kemampuan
berbicara" (ayat 4). Dikaruniai "lidah seorang murid" berarti
"diajar untuk mengatakan apa yang didengar dari Tuhan". Dengan
demikian dapat memberi semangat baru kepada orang yang letih
lesu.


Namun maknanya ternyata lebih dalam lagi. Kata-kata Sang Hamba juga
harus menegaskan dan menggarisbawahi kata-kata Tuhan yang
mengampuni dan menyelamatkan. Itu yang Tuhan harapkan dari
Hamba-Nya. Sebab itu setiap pagi Tuhan membukakan dan menajamkan
pendengaran-Nya. Segenap kehidupan Sang Hamba harus diserahkan
untuk meneruskan firman Tuhan yang Ia dengar. Berserah berarti
juga tetap taat dan setia meski orang lain menolak
pemberitaan-Nya (ayat 6). Syukur kepada Tuhan, Tuhan sendiri akan
menjadi pembela Sang Hamba (ayat 7-9).


Kalau Sang Hamba saja memiliki gambaran demikian apalagi kita. Jangan
biarkan "lidah" kita menjadi "lidah yang tak bertulang", yang
tidak bisa kita kontrol. Sebaliknya berusahalah dengan segenap
daya menjadikan lidah kita sebagai "lidah seorang murid". Artinya
lidah seorang yang sudah diajar, yaitu yang dikendalikan sehingga
bermanfaat. Banyak pelayan Tuhan yang kegunaannya menjadi sangat
berkurang karena lidah yang tidak dikekang. Entah karena
kata-kata yang sembarangan atau kuasa rohani yang bocor melalui
percakapan yang sembrono (Pkh. 5:2). Mungkin juga karena
kata-kata digunakan bukan untuk memberitakan kebenaran melainkan
untuk menyenangkan pendengaran orang lain. Maka yang ada hanyalah
penyesatan, yang kelak harus dipertanggungjawabkan di hadapan
Tuhan (Mat. 12:36-37).


Salah satu ukuran kedewasaan atau kematangan rohani seseorang adalah
apa yang dikeluarkan dari mulutnya. Murid Tuhan yang dewasa
pastilah berkata-kata sekualitas kata-kata Tuhannya.

Scripture Union Indonesia © 2017.