Makna Sabat

Kejadian 1:31-2:4

Apa tujuan Allah berhenti dari segala pekerjaan penciptaan-Nya pada
hari yang ketujuh dan menguduskan hari itu? Apakah Allah
membutuhkan istirahat setelah mengeluarkan energi yang luar
biasa untuk menghasilkan karya ciptaan yang begitu sangat baik
(ayat 1:31)? Tentu jawabannya tidak!


Ada dua jawaban atas pertanyaan pertama. Pertama, Allah telah
menyelesaikan semua karya penciptaan-Nya secara sempurna. Oleh
karena itu, hari ketujuh adalah hari perayaan atas mahakarya
itu. Dengan berhenti bekerja pada hari sabat (kata sabat berasal
dari kata kerja syabat yang berarti berhenti), kita sedang ikut
dalam perayaan sukacita bersama Allah dalam mengagumi dan
menikmati keindahan dan kesempurnaan karya-Nya itu.


Kedua, dengan berhenti dari pekerjaan-Nya pada hari ketujuh, Allah
menyediakan model pola keteraturan kerja bagi manusia. Hanya
manusia yang diberi mandat dan tugas dari Allah untuk mengelola
dunia ini. Manusia yang terdiri dari roh dan tubuh dengan
sendirinya memiliki keterbatasan secara fisik. Ia tidak bisa
bekerja terus menerus tanpa henti. Ia membutuhkan istirahat
untuk memulihkan tenaganya. Jauh lebih penting dari itu,
peraturan Sabat mengajar manusia bahwa hidup bukan untuk bekerja
saja, tetapi juga untuk menikmati hasil kerja, seperti Allah
juga menikmati karya-Nya yang sungguh amat baik itu.


Berhenti bekerja untuk beristirahat menunjukkan bahwa kita tidak
diperbudak oleh kerja. Dosa membuat manusia diperbudak oleh
banyak hal yang kelihatannya baik, tetapi menjerat dalam
ketiadaan makna yang benar. Kerja bukan lagi dilihat sebagai
bagian pengabdian kita pada Tuhan, tetapi sebagai pemuasan nafsu
dan ketergantungan pada diri sendiri, bukan pada Allah. Dengan
beristirahat, kita mengakui bahwa tubuh kita bukan milik kita
sendiri melainkan milik Allah yang harus dipelihara dengan baik
agar dapat digunakan Allah untuk maksud-maksud-Nya.

Scripture Union Indonesia © 2017.