Memperoleh hidup kekal

Lukas 10:25-37

Para ahli Taurat beranggapan bahwa hidup kekal dapat diraih dengan
perjuangan menaati hukum Taurat. Maka mereka sangat membanggakan
diri sebagai orang yang paham seluk beluk Taurat dan menganggap
diri sebagai pelaku Taurat sejati.


Mungkin dengan kebanggaan seperti itulah, ahli Taurat dalam kisah ini
datang kepada Yesus. Ia yakin bahwa Yesus pun akan menganggap ia
layak memiliki hidup kekal. Tetapi melalui perumpamaan orang
Samaria yang murah hati, Yesus membongkar anggapan ahli Taurat
tersebut dan memperlihatkan makna Taurat yang sesungguhnya. Dalam
perumpamaan tersebut, tidak satu pun dari para rohaniwan yang
bertindak manusiawi terhadap orang yang menjadi korban perampokan
(31-32). Justru orang Samarialah yang menunjukkan belas kasihnya
dan menolong orang yang malang itu (33). Ironis sekali! Melalui
perumpamaan ini Yesus menunjukkan bahwa hakikat dan tujuan Taurat
telah disalahartikan.


Bila orang berkata bahwa ia hidup di dalam hukum Taurat, seharusnya
merupakan gambaran bahwa dia telah mengalami kasih karunia Allah.
Oleh karena itu, dia mengungkapkan syukur atas kasih karunia itu
dengan mengasihi Allah juga, karena itulah inti Taurat. Dan bila
orang mengasihi Allah maka ia akan memahami siapa gerangan
dirinya di hadapan Allah dan bagaimana seharusnya memperlakukan
sesamanya, siapapun dia. Sehingga ia bukan lagi mencari siapa
orang yang layak disebut sebagai sesamanya, sebaliknya ia harus
berpikir bagaimana dia bisa menjadi sesama bagi orang lain.
Ketidaksudian seseorang untuk menunjukkan kasih kepada orang
lain, dapat menjadi indikasi bahwa sesungguhnya ia belum
mengalami kasih dan anugerah Tuhan.


Renungkan: Perintah untuk menjadi sesama bagi orang lain
menantang kita untuk mengalami sifat anugerah Allah yang
menyelamatkan dan radikal itu.

Scripture Union Indonesia © 2017.