Tampang Kerajaan Allah.

Markus 12:35-44
Minggu Sengsara 6

Akhir-akhir ini kita melihat suatu perubahan strategi pemasaran
yang menarik dari sebuah produk minuman ringan. Sebelumnya
iklan-iklan produk itu menampilkan kesan yang eksklusif (baca:
kalangan terbatas): remaja dengan skateboard bermerk dan
berwalkman ria, keluarga yang bertamasya dengan riang di samping
mobil SUV mereka dll. Kini produk yang sama menampilkan iklan
dengan penggambaran yang berbeda: pemuda yang berdiri di bus
kota, tukang becak, remaja mandi di kali dll. Pendeknya, makin
merakyat.


Sayang, tren penghayatan Kerajaan Allah justru berkembang terbalik.
Awalnya adalah seperti yang Yesus gambarkan. Tampang Kerajaan
Allah adalah tampang seorang janda miskin, kemalu-maluan
menghampiri peti persembahan karena minder dengan jumlah
persembahan yang ia bawa (ayat 41-44). Tampang merakyat. Yang
dihargai adalah pengorbanan sang janda, yang walaupun nilai
nominalnya kecil, tetapi lebih besar dari yang lain karena itu
adalah seluruh nafkahnya. Tampang Kerajaan Allah, demikian
Yesus, bukanlah tampang rohaniwan dan eksklusif dari para ahli
Taurat. Bukan wajah-wajah yang fasih menuntut penghormatan.
Bukan wajah mereka yang sangat fasih berdoa tetapi juga fasih
menangguk keuntungan dari orang-orang kecil.


Di Indonesia, wajah kekristenan makin kurang menunjukkan kesan
merakyat. Bagi banyak orang di luar kekristenan, kata "gereja"
lebih kena disandingkan dengan gambaran tempat ibadah yang fully
air conditioned, parkiran mobil-mobil mewah di halaman gereja,
galadinner penggalangan dana, dll. Megah, terhormat, dan
menuntut penghormatan. Perintah Kristus jelas, kita dipanggil
untuk meneladani sang janda miskin, bukan para ahli Taurat.


Renungkan:
Panggilan seorang murid Kristus adalah memberikan seluruh
hidupnya bagi Tuhan, bukan menjadi "murid yang terhormat."

Scripture Union Indonesia © 2017.