Mengapa harus ada dua gender?

Kejadian 2:18-25
Minggu Epifania 4

Mungkin pertanyaan ini pernah terbersit di benak Anda yang telah
merasakan "dinamika" hubungan antara pria dan wanita. Jelas
hanya Tuhan yang bisa menjawab pertanyaan ini. Nas ini
memberikan kita kisi-kisi agar dapat melihat jawaban dari
pertanyaan di atas dalam cara yang, secara mengejutkan, agak
humoris.


Dalam nada agak humoris, pria menjadi sosok yang tidak menemukan
pendamping yang sepadan setelah suatu fit and proper test yang
ketat terhadap semua ciptaan nonhomo sapien (ayat 20). Allah
kemudian tampil sebagai pahlawan dengan menciptakan wanita
sebagai satu-satunya yang bisa mengisi peran pendamping yang
sepadan itu (ayat 21-22). Tetapi, Allah melakukan ini setelah
suatu penilaian yang mengejutkan: keadaan 'pria' yang sendirian
itu tidak baik! (ayat 18) Dengan kata lain, manusia itu (Ibrani:
ha'adam) tidak lengkap tanpa wanita. Narator kisah ini menutup
kisah ini dengan menuliskan bagaimana kisah ini menjadi dasar
bagi institusi pernikahan. Tetapi, poin utamanya yaitu bahwa
kedua pihak, pria dan wanita, adalah makhluk-makhluk yang
diciptakan Allah untuk saling melengkapi dan saling menolong.
Karena itu, fakta bahwa pasangan hidup, pacar, ataupun rekan
kerja/sepelayanan Anda berbeda gender, berbeda cara berpikir,
bertindak, dst. adalah sesuatu yang justru harus kita syukuri.


Renungkan:
Perbedaan gender adalah karya Allah, dan relasi yang terjadi di
antara keduanya mencerminkan gambar Allah dan kasih-Nya yang
agung.

Scripture Union Indonesia © 2017.