Fitnah yang Keji

Lukas 23:1-7
Minggu Pra Paskah 6



Apakah saudara pernah difitnah? Bagaimana rasanya? Pasti menyakitkan. Fitnah memang lebih kejam daripada pembunuhan. Walau faktanya demikian, namun masih saja ada orang yang tega memfitnah.

Sidang Sanhedrin membawa Yesus ke hadapan Pilatus, gubernur Romawi di Yerusalem (1). Saat itu, Sidang Sanhedrin belum diperkenankan menjatuhkan hukuman mati. Oleh karena itu, mereka meminta pemerintah Romawi untuk memutuskan.

Mereka mendakwa Yesus dari ranah agama sampai politik. Pertama, menurut mereka, ajaran Yesus menyesatkan. Kedua, mereka menuduh bahwa Yesus melakukan provokasi untuk melawan kaisar supaya tidak membayar pajak. Ketiga, Yesus telah berani menyebut diri sebagai raja (2).

Di depan Pilatus, mereka memfitnah Yesus tanpa bukti yang jelas. Namun, Pilatus tidak begitu saja mau menerimanya. Sebab dalam pandangannya, Yesus terlihat sangat sederhana dan tidak menunjukkan ciri-ciri seorang pemberontak. Pilatus pun berkata, “Aku tidak mendapati kesalahan apa pun pada orang ini, ” (4). Artinya, pernyataan ini kebalikan dari dakwaan Sidang Sanhedrin.

Meskipun demikian, Pilatus tidak melepaskan Yesus karena berbagai tarikan kepentingan politik. Akhirnya, jalan aman baginya adalah melemparkan masalah ini kepada orang lain, yakni Herodes (7). Sebab secara hukum, Yesus masih berada di Yudea, wilayah kekuasaan Herodes.

Suka atau tidak suka, ranah agama selalu menjadi isu yang sangat sensitif jika dikaitkan dengan masalah politik. Sejarah menunjukkan, apabila agama bermain di pentas politik, agama kerap digunakan sebagai alat politik.

Idealnya, agama harus menjadi suluh pencerah dalam aktivitas politik praktis. Agama semestinya bisa membersihkan politik yang selama ini terkesan kotor. Agama bisa turut ambil bagian dalam mewujudkan kesejahteraan bersama. Dengan begitu, agama bukan lagi wadah untuk saling memfitnah dan menghina sesama. Menghindari fitnah memang tidak mudah, tetapi mari kita menghindar untuk tidak memfitnah. [SGP]
Scripture Union Indonesia © 2017.