Allah dan Sabat

Imamat 23:1-44
Minggu ke-6 sesudah Pentakosta
Kemajuan teknologi digital menghadirkan pandangan dunia datar sebagaimana paparan Thomas Friedman (2005). Selang 12 tahun kemudian, Friedman memaparkan realitas parahnya akselerasi dunia yang bertambah kompleks melalui buku terlaris lain ”Thank You for Being Late” (2017). Seiring berjalannya waktu dalam sejarah, konsistensi pandangan manusia atas dimensi waktu sebagai komoditi terkait dengan uang tampaknya tidak berubah. Akibatnya, manusia—termasuk komunitas Kristen—terus digenjot bekerja tanpa henti demi produktivitas.

Imamat 23 memberikan fondasi penting bahwa Allah menguduskan waktu. Allah menetapkan tujuh perayaan rohani. Semuanya terkait dengan karya penciptaan dan penebusan-Nya. Dari ketujuh penetapan tersebut, prinsip Sabat juga merambah ke-6 hari peringatan lainnya (7, 11, 15, 21, 25, 30, 31, 32, 35, 38). Dengan menghidupi Sabat tiap minggu, melalui hari perhentian, umat Allah pada dasarnya menyerupai Allah. Dengan demikian, yang namanya hidup berpusat pada Allah bukan sekadar slogan rohani, tetapi diwujudkan melalui pengisian waktu kehidupan. Melalui seluruh peringatan rohani, umat diajak memfokuskan pikiran dan diri kepada Allah sendiri. Karena seluruh peringatan tersebut bersifat siklus tahunan yang tidak berhenti.

Melalui penetapan ini, Allah menegaskan bahwa waktu adalah milik-Nya. Umat-Nya diundang untuk menghormati hari peringatan rohani bukan demi legalisme, tetapi karena manusia tidak mungkin memikirkan Allah tanpa perhentian.

Oleh karena itu, sikapilah peringatan-peringatan rohani dengan seharusnya. Jangan pernah mengabaikan hari perhentian dan peringatan gerejawi yang terkait dengan karya keselamatan Allah. Sebab waktu-waktu hidup ini adalah milik Allah. Persembahkan kembali waktu tersebut melalui perhentian untuk menikmati Allah, demi memperdalam penghayatan bahwa hidup ini bukanlah milik kita.

Doa: Tuhan, tolong kami menghormati-Mu melalui pengisian waktu yang berpusat pada Kristus. [BL]
Pdt. Budianto Lim
Scripture Union Indonesia © 2017.