Bersyukurlah

Kejadian 30:25-43
Minggu ke-5 sesudah Pentakosta
Saat kita ditanya siapakah yang mengendalikan hidup kita? Apa jawaban yang kita berikan? Apakah kekuasaan, harta, akal budi, ilmu pengetahuan, gadget, dan lainnya? Mungkin sebagian orang beranggapan bahwa Tuhan adalah pengendali hidupnya. Jika pernyataan itu benar, seberapa besar rasa syukur kita kepada Allah?
Dalam kisah ini, kita melihat bahwa Laban adalah orang yang tidak tahu bersyukur kepada Allah. Ia bukan hanya berhitung soal untung rugi, tetapi juga manipulatif. Selama ini ia telah memanipulasi dan melakukan pemerasaan terhadap Yakub. Lagi pula Laban berupaya menahan Yakub berada di bawah kekuasaannya selama mungkin. Sebab, Laban menyadari bahwa sejak kehadiran Yakub di rumahnya, kekayaannya berlipat ganda. Tetapi apa imbalan atau upah yang diterima Yakub selama ini? Yakub sama sekali tidak memiliki kekayaan. Harta satu-satunya adalah kedua istri dan anak-anaknya.
Memang ironis saat kita melihat kehidupan Yakub. Puluhan tahun bekerja di rumah Laban berujung pada kesia-siaan. Mungkinkah ini penyebab utama yang memicu Yakub berniat pulang ke rumah orangtuanya? Namun, Allah tidak buta. Ia selalu memelihara umat-Nya. Hal itu tampak saat Laban mencoba menahan Yakub dengan berbagai cara. Kesempatan itu dipakai Yakub untuk mengumpulkan harta kekayaan sebagai modal sebelum ia pulang ke tanah kelahirannya.
Awalnya Yakub mengira strategi kawin silang yang diterapkannya merupakan hasil dari kecerdasannya. Padahal semuanya itu adalah perlindungan dan pemeliharaan Allah atas Yakub, saat ia bernazar kepada Allah di Betel (bdk. Kej. 31:10-13). Di sini terlihat bahwa keberhasilan seseorang bukan hanya terletak pada kerja kerasnya, tetapi pada Allah yang adalah sumber berkat.
Kadang hidup kita juga seperti Yakub. Namun, kita tak perlu kecewa. Belajarlah bersyukur dan percayalah bahwa Allah peduli atas kesusahan umat-Nya. Ia mampu mengubah air mata menjadi mata air kegirangan.
Kus Aprianto
Scripture Union Indonesia © 2017.