Malu Bertanya Sesat di Jalan

Markus 9:30-32
Minggu ke-6 sesudah Epifania
Malu bertanya sesat di jalan, terlalu banyak bertanya memalukan. Mungkin jargon ini ada benarnya. Ketika dewasa manusia dituntut lebih kreatif dan inisiatif mencari tahu sesuatu yang ia tidak tahu sebelumnya. Bagaimanapun manusia tidak dapat terlepas dari manusia lainnya. Manusia butuh dicerahkan pikirannya oleh manusia lain agar tidak sesat di jalan. Kebutuhan inilah yang disadari oleh Yesus terhadap murid-murid-Nya.
Kebersamaan Yesus dan para murid adalah masa observasi yang cukup bagi-Nya untuk mempelajari karakter para murid, yang salah satu kelemahannya adalah lambat memahami (32). Oleh karena itu, kegiatan utama Yesus selama Ia mengadakan penyingkiran adalah terus mengajar para murid. Meskipun Dia harus berfokus pada salib yang harus dipikul-Nya, Ia tidak lupa untuk fokus mengajar para murid-Nya (30). Ketika Ia memiliki waktu bersama dengan para murid-Nya, Ia memakainya sebagai kesempatan untuk mengajarkan kebenaran kepada mereka bahwa Mesias harus menderita, tetapi akan bangkit pada hari ketiga. Kerinduan Tuhan adalah selalu mengajarkan kebenaran kepada para murid.
Markus mencatat bahwa ketika Yesus memberitahukan untuk kedua kalinya tentang penderitaan yang harus dilalui oleh Mesias, para murid tidak mengerti maksud perkataan Yesus, namun mereka segan bertanya kepada-Nya (32). Padahal apa salahnya bertanya, atau interupsi kalau tidak setuju dengan pernyataan Yesus. Kemungkinan besar para murid menganggap perkataan Yesus hanyalah omong kosong belaka. Bagi mereka Mesias adalah seseorang yang akan memberikan pembebasan dari penjajahan bangsa Romawi. Mana mungkin Mesias menderita seperti dikatakan oleh Yesus. Sikap para murid yang tutup telinga, mulut, dan hati merupakan penghalang besar bagi perubahan pola pikir mereka.
Dari sikap para murid, kita bisa belajar bahwa sikap yang mau mendengarkan dan bertanya, serta menyelidiki kebenaran akan membawa perubahan dalam kehidupan anak-anak Tuhan. Bagaimana dengan Anda?
Eunike Trikayasuddhi
Scripture Union Indonesia © 2017.