Menanggung Konsekuensi

1 Tawarikh 21:1-17
Minggu Paskah ke-3
Kesombongan dan kebanggaan diri yang berlebihan sering kali menjadi pintu masuk yang efektif bagi Si Jahat untuk menjatuhkan orang-orang percaya. Demikian yang terjadi pada Daud saat ia ingin mengetahui seberapa luas dan hebat kekuasaan yang dimilikinya (1-6). Tindakan Daud dinilai oleh Tuhan sebagai kejahatan. Sebab bangsa Israel itu milik Allah dan bukan milik Daud. Andai pun harus dilakukan sensus penduduk, maka hal itu harus mendapat perintah dari Allah. Bagi Tuhan, tindakan Daud dinilai sebagai kejahatan serius (8). Setidaknya ada dua alasan yang mendasarinya, antara lain:??Pertama, budaya Israel Kuno menganut paham bahwa hanya si pemilik yang berhak menghitung seberapa banyak harta benda dan seberapa luas kekuasaan yang dimilikinya. Di sini, Daud sama sekali tidak memiliki apa pun. Semua yang dipunyainya adalah milik Tuhan.??Kedua, dalam Kel. 30:12 ditemukan prinsip bahwa sensus penduduk harus disertai dengan uang pendamaian. Berarti, sensus penduduk berkaitan dengan kesucian Allah. Sebagai konsekuensinya, Daud dan seluruh orang Israel harus menerima hukuman Allah, yaitu penyakit sampar yang memakan korban 70.000 orang (7-17). Dalam hal ini, Daud belajar bahwa kesalahan kecil yang dilakukannya dapat berakibat fatal bagi rakyat Israel. Satu-satunya cara untuk menghentikan murka Allah, yaitu pertobatan dengan mengakui kesalahannya. Di sinilah Daud semakin memahami karakter Allah. Di satu sisi, Allah itu mahasuci, tetapi di sisi lain Ia mahapengampun. Setiap orang pernah melakukan kesalahan. Yang terpenting adalah bertobat dari kesalahan itu dan berhenti mengulanginya. Akuilah segala kesalahan kita dan Tuhan akan mengampuni kita (lih. 1Yoh. 1:9). Tetapi, bukan berarti kita bebas dari konsekuensi moral yang harus kita tanggung. Misalnya, kita melakukan tindakan penipuan. Kalau kita mau bertobat, maka Tuhan akan mengampuni kesalahan kita. Namun, kita harus menanggung konsekuensinya, yaitu butuh waktu untuk menghapus aib agar dapat dipercayai lagi.??
Rudy Hartono
Scripture Union Indonesia © 2017.