Perihal Mengampuni

Matius 18:21-35
Minggu ke-8 sesudah Epifania
Pengampunan merupakan hal yang sangat sulit dilakukan oleh manusia. Sebab pengampunan melibatkan faktor emosional dan psikologis, seperti: perasaan marah, dendam, kebencian, sakit hati, kepahitan, retribusi, dan lainnya. Namun, ada faktor positif yang terbentuk saat seseorang dapat mengampuni orang lain, seperti: rekonsiliasi, konsensi, penyesalan, pertobatan, penebusan, dan sebagainya. Dalam pembicaraan mengenai komunitas Allah, Petrus mengajukan pertanyaan tentang pengampunan. Di masa itu, para rabi Yahudi mengajarkan bahwa pengampunan hanya bisa diberikan sebanyak 3 kali. Tetapi Petrus membuatnya menjadi 7 kali dengan harapan bahwa Yesus memujinya sebagai orang yang murah hati (21). Jawaban Yesus diluar dugaannya. Bukan tiga atau tujuh kali, melainkan empat ratus sembilan puluh kali seseorang harus membuka pintu pengampunan bagi sesamanya (22). Jawaban Yesus menggambarkan bahwa pengampunan bukan masalah tuntutan keadilan yang membabi buta. Ada hal yang jauh lebih penting, yakni kasih dan kemurahan hati (23-27). Seperti halnya Allah tahu bahwa keberdosaan manusia tidak sanggup meredam dan mematikan murka Allah. Karena itu, Ia mengampuni manusia dengan kasih-Nya tanpa pamrih dalam Kristus. Sebaliknya, orang yang diampuni justru menuntut keadilan dan menindas sesamanya yang berutang (28-31). Orang seperti ini mustahil mendapat pengampunan Allah karena ia lupa diri bahwa dirinya tidak lebih baik dari yang lain (32-35; bdk. Luk. 11:4). Pengampunan harus menjadi salah satu sifat yang ada dalam diri orang percaya. Sebab, mereka adalah pendosa yang mengalami pengampunan Allah. Jika Allah mau mengampuni segala pelanggaran manusia berdosa, maka sudah menjadi keharusan bagi orang percaya untuk mengampuni kesalahan sesamanya. Sudahkah Anda belajar mengampuni orang lain? Jika belum dan hal itu terasa sulit, maka berdoalah dan minta Allah memampukan Anda!??
Togap D. Alam
Scripture Union Indonesia © 2017.