Saling Setia

1 Raja-Raja 8:14-21

Pada zaman Israel kuno, perjanjian terbagi menjadi dua: pertama, perjanjian sejajar, misalnya antara seorang raja dengan raja lainnya. Kedua, perjanjian bertingkat, misalnya antara tuan dengan hambanya. Dalam kedua macam perjanjian itu, masing-masing pihak terikat dengan syarat-syarat perjanjian. Yang pasti, mereka harus setia pada perjanjian tersebut.


Ketika Tuhan membuat perjanjian dengan Daud, khususnya tentang keberlangsungan takhta kerajaannya (2 Sam. 7:4-16), perjanjian itu merupakan perjanjian bertingkat. Tuhan bukan sekadar berjanji, tetapi juga menepatinya dengan membangkitkan Salomo menjadi raja, Bait Suci berhasil didirikan, dan Tuhan pun hadir menjadi Bapa dan Salomo menjadi anak-Nya (20, 23-24). Bahkan Salomo memperluas kesetiaan Tuhan pada perjanjian yang telah Tuhan buat dengan bangsa Israel (21).


Kalau Tuhan sudah setia pada janji-Nya maka sebagai pihak hamba, Daud dan keturunannya haruslah setia (23, 25). Kesetiaan itu diwujudkan melalui beribadah hanya kepada Tuhan dan menaati seluruh perintah yang Tuhan berikan dalam Taurat-Nya (Ul. 10:12, 20; 28:1). Ketidaksetiaan pada perjanjian mendatangkan berkat, sebaliknya ketidaksetiaan akan mendatangkan hukuman (Ul. 28; 1Raj. 9:4-9).


Kesetiaan Tuhan kepada umat-Nya tak berkesudahan. Jika Tuhan yang adalah Tuan atas hidup kita itu setia, sudah selayaknya dan seharusnyalah kita setia kepada Tuhan, dengan menjalankan apa yang Tuhan perintahkan dalam firman-Nya.


Akan tetapi, ketaatan kita hendaknya bukan karena kita sekadar ingin mendapatkan berkat, atau karena kita takut mendapatkan hukuman jika kita melanggarnya. Sebagai orang yang telah mengalami pembaruan batiniah yang dikerjakan oleh Kristus melalui karya Roh Kudus (Tit. 3:5), ketaatan kita seharusnya menjadi bukti dari pembaruan batiniah atau iman yang kita alami, dan didorong oleh karena kita mengasihi Tuhan (Yoh. 14:15, 21, 23). Sudahkah kita menaati Tuhan dengan pemahaman seperti ini?

Scripture Union Indonesia © 2017.