Komitmen radikal

Rut 1:7-22

Kehilangan suami bagi seorang istri tentu lebih dari sekadar menyedihkan. Mungkin seperti kehilangan pegangan atau bahkan kehilangan separuh jiwa. Terlebih bagi perempuan yang tidak bekerja.


Ketika meninggalkan Betlehem untuk pergi ke Moab, Naomi masih bersama suami dan kedua anak laki-lakinya. Namun ia kembali ke kampung halamannya tidak lagi bersama-sama mereka (21). Itu terjadi karena mereka tidak mau bersabar berada di bawah hukuman Tuhan. Sehingga saat itu tinggal Naomi beserta kedua menantunya menjadi janda, tanpa suami sebagai tempat perlindungan dan sumber penghidupan mereka. Seolah tanpa masa depan dan tanpa harapan. Lalu siapa yang akan menolong mereka untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari?


Maka mendengar bahwa Tanah Perjanjian telah dipulihkan Allah memberikan pengharapan baru bagi Naomi, meskipun ia merasa bahwa keadaannya pada saat itu merupakan hukuman Tuhan (13, 20-21). Sebab itu tak ada jalan lain, selain pulang. Tanah Moab ternyata tidak memenuhi harapannya. Namun ia masih memikirkan kedua menantunya. Mereka masih muda dengan masa depan yang masih begitu panjang. Rasanya tak ada harapan bila mereka mengikuti dia. Maka jalan terbaik adalah meminta mereka kembali kepada orangtua mereka, agar bisa mencari suami dan melanjutkan kehidupan mereka (11-13). Keduanya semula menolak, tetapi Orpa kemudian setuju (14). Sementara Rut memilih untuk mengikuti Naomi, sang mertua, kemanapun ia pergi. Lebih dari itu, Rut sadar benar bahwa berkomitmen terhadap Naomi berarti berkomitmen juga terhadap bangsa serta Allah yang disembah oleh Naomi (16-17). Sebuah keputusan yang radikal, yang tak mudah digoyahkan (18)! Maka kelak nama Rut akan dicatat sebagai leluhur Sang Mesias.


Berkomitmen percaya dan mengikut Kristus dengan segenap hati merupakan keputusan radikal yang sesungguhnya harus diambil oleh setiap orang. Komitmen itu tentu harus nyata dalam setiap aspek hidup.

Scripture Union Indonesia © 2017.