Berapa lama lagi, Tuhan?

Mazmur 13

Mungkin judul di atas mewakili pertanyaan kita saat menantikan pertolongan Tuhan yang tak kunjung tiba, dengan perasaan tertekan. Pemazmur memang merasa tertekan. Empat pertanyaan berturut-turut dia ajukan sebagai pertanyaan retoris, yang tidak membutuhkan jawaban, melainkan hanya sebuah penegasan akan kedaruratan situasi yang dia alami. Dua pertanyaan pertama menegaskan ketidakhadiran Tuhan (2) sebagai penyebab kekhawatiran dan kesedihan pemazmur. Dua pertanyaan berikut mengisahkan keberanian para musuh untuk menekan dia (3). Sungguh suatu tuduhan yang berani.


Namun si pemazmur tidak berhenti hanya pada keluhan. Pemazmur melanjutkan dengan tiga permohonan serius (4). Ia minta Tuhan memperhatikan, menjawab, dan membangkitkan pengharapannya. Dua alasan disampaikan. Pertama, kalau Tuhan tidak menolong maka ia akan mati (4b). Kedua, kalau ia mati maka musuh akan menyombongkan diri dengan kemenangan (5).


Sebagaimana tipikal mazmur keluhan, pemazmur menutup mazmurnya dengan suatu sikap yang optimis. Pemazmur yakin, sebagaimana kasih setia Tuhan sudah pernah ia rasakan maka ia akan mengalaminya lagi. Maka pemazmur bertekad memuji Tuhan dan memercayakan hidupnya sepenuhnya kepada Tuhan (6).


Seberapa jauh kita bisa meniru pemazmur ketika persoalan menimpa bertubi-tubi dan sepertinya Tuhan tidak peduli kepada kita? Keberanian pemazmur "mempersalahkan" Tuhan bukan suatu kekurangajaran melainkan kejujuran saat ia tidak mengerti. Kita bersyukur kepada Tuhan, karena ada Yesus yang menjadi Imam Besar kita, yang pernah mengalami semua pergumulan manusia (Ibr. 2:17-18; 4:14-16). Kita tidak perlu "mempersalahkan" Tuhan, sebab di dalam Yesus semua pergumulan kita dimengerti. Dalam hikmat dan waktu-Nya, Dia akan menyelesaikan-Nya.

Scripture Union Indonesia © 2017.