Hidup sebagai anak Tuhan

Roma 8:1-17

Tidak ada hukuman!" Bayangkan bila ketiga kata itu diucapkan oleh
seorang hakim kepada terdakwa yang diancam hukuman mati. Tentu
dia akan kegirangan karena punya kesempatan menghirup udara
lebih lama lagi.


Seperti si terdakwa itulah posisi manusia ketika berdosa. Karena
berdosa, tak ada satu hal pun yang mampu dilakukan manusia untuk
menyenangkan Allah. Seluruh kecenderungannya tertuju pada dosa
(ayat 5). Memang ada orang yang baik, tetapi kebaikan manusia
berselubung dosa dan akan berujung maut (ayat 6). Orang Israel
sendiri berusaha keras untuk hidup benar berdasarkan Hukum
Taurat. Namun hukum bersifat menuntut maka ketika tuntutan tidak
dipenuhi, manusia akan berdosa. Ketidakmampuan orang memenuhi
tuntutan Taurat membuat Allah bertindak. Ia mengirimkan
Putra-Nya untuk menyelamatkan manusia dari dominasi dosa. Dengan
demikian, manusia dibebaskan dari hukuman dosa (ayat 1-4).
Bukankah kebenaran ini menggembirakan?


Namun tidak berhenti sampai di situ. Pembenaran merupakan dasar dan
titik awal pengudusan. Dan setelah menerima anugerah keselamatan
orang harus bertumbuh dalam kasih karunia menuju keserupaan
dengan Kristus. Maka sebuah perubahan radikal dituntut dari
orang yang percaya Yesus, yaitu perubahan pola pikir, motivasi,
dan cara hidup yang sesuai kehendak Tuhan. Untuk itu Allah
mengaruniakan Roh Kudus kepada orang yang telah diselamatkan.
Roh ber-diam dalam diri orang itu dan memimpin dia untuk
melakukan kehendak Allah (ayat 14). Maka tak ada alasan bagi
orang percaya untuk berjalan menurut daging karena orang percaya
telah "diadopsi" menjadi anak Allah (ayat 16). Anak yang
diadopsi telah sepenuhnya menjadi hak orang tua yang mengadopsi
dia dan hidup sepenuhnya mengikuti hidup orangtua itu, dan akan
diperhitungkan sebagai ahli waris.


Begitu jugalah ketika orang menjadi Kristen. Ia beroleh hak istimewa
serta tanggung jawab sebagai anak dalam keluarga Allah. Maka
marilah hidup sebagai anak-anak Allah.

Scripture Union Indonesia © 2017.