Hukum untuk umat

Matius 12:1-21

Orang Farisi punya daftar hukum yang dibuat berdasarkan aturan yang
tertulis dalam Kitab Suci. Hukum itu dianggap sama derajatnya
dengan Kitab Suci. Salah satunya adalah hukum Sabat. Orang
dilarang bekerja pada hari Sabat.


Murid-murid Yesus dituduh melanggar Sabat karena bekerja (ayat 1-8).
Padahal mereka hanya memetik gandum dan memakannya! Menjawab
tuduhan itu, Yesus menceritakan kisah Daud saat melarikan diri
dari Saul (1Sam. 21:1-6). Waktu la-par, Daud ke Rumah Allah dan
menerima roti kudus dari imam Ahimelekh (bdk. Kel. 25:30; Im.
24:5-9). Sebenarnya roti itu hanya boleh dimakan oleh imam.
Bersalahkan Ahimelekh dan Daud? Terbukti kemudian bahwa dengan
memberi roti itu kepada Daud, Ahimelekh memenuhi maksud Allah.


Kisah kedua adalah para imam. Mereka bekerja, melayani umat, justru
pada hari Sabat. Salahkah mereka? Allah yang menyuruh mereka!
Salahkah Allahkah? Tentu tidak. Ia punya maksud tersendiri.
Pernyataan Yesus bahwa Dia Tuhan atas Sabat menyatakan bahwa Dia
punya otoritas atas Sabat.


Lalu Yesus menyembuhkan orang yang sebelah tangannya lumpuh pada
hari Sabat itu juga. Agar orang Farisi paham, Yesus
membandingkan dengan kisah domba yang jatuh ke lubang pada hari
Sabat. Salahkah orang bila menolong domba itu? Dengan kisah itu,
Yesus ingin mengajarkan bahwa makna Sabat bukan sekadar berhenti
dari semua aktivitas melainkan bagaimana melakukan kehendak
Allah di hari itu. Jika Sabat dirancang sebagai hari kudus, hari
untuk beristirahat dan dipulihkan, hari perayaan kasih karunia
Allah, bukankah memberi makan mereka yang lapar dan menyembuhkan
orang yang sakit sesuai juga dengan makna Sabat?


Sebab itu mari kita bijak melihat maksud Allah dalam tiap hukum-Nya.
Ingatlah bahwa Ia merancang hukum untuk kesejahteraan umat dan
bukan sebaliknya. Maka jangan hanya bersikap keras dan
menghakimi orang yang melakukan kesalahan. Melainkan bersikaplah
seperti Yesus yang melayani dengan lemah lembut (ayat 19) dan
penuh belas kasihan (ayat 20).

Scripture Union Indonesia © 2017.