Dua macam kebebalan

Yehezkiel 33:21-33

Mengapa walau hukuman sudah dijatuhkan, ada orang yang masih
mengeraskan hati dan tidak mau bertobat? Entah orang itu masih
menganggap remeh hukuman yang dia hadapi, atau ia masih memiliki
pegangan lain.


Berita jatuhnya Yerusalem akhirnya tiba di kaum buangan di Babel enam
tahun sejak Yehezkiel memulai pemberitaannya (ayat 21; bnd. Yeh.
1:2). Hukuman Tuhan yang berat akhirnya terwujud. Kebisuan
Yehezkiel (Yeh. 3:22-27) pun berakhir. Bagi umat di pembuangan,
harusnya berita kejatuhan Yerusalem dan ketidakbisuan Yehezkiel
menjadi bukti nyata bahwa Tuhan tidak main-main dalam menyatakan
keadilan-Nya. Sayang, mereka justru menolak untuk percaya. Dari
luar mereka kelihatan mengangguk dan tersenyum mendengarkan
berita yang dipaparkan Yehezkiel. Padahal di dalam hati mereka
mencemooh dan tetap melakukan dosa (ayat 31-32).


Di saat yang sama, penduduk Yerusalem yang ditinggalkan Nebukadnezar
ternyata tidak berbeda dari mereka yang di pembuangan. Mereka
malah membangkitkan pengharapan khayali, membandingkan diri
dengan Abraham, yang dulu tinggal sebagai orang asing di Kanaan
lalu mendapatkan negeri itu (ayat 24). Mereka lupa bahwa Abraham
menerima tanah itu karena janji Allah. Dan oleh iman serta
ketaatan Abraham, tanah itu menjadi milik keturunannya, bangsa
Israel. Sementara mereka, sebagai umat Tuhan, justru mengingkari
iman dan ketaatan nenek moyang mereka. Mereka menyembah berhala
dan melanggar aturan Taurat. Sebab itu Tuhan mencabut hak mereka
untuk tinggal di tanah perjanjian (ayat 26b; “apakah kamu akan
tetap memiliki tanah ini?”).


Orang yang belum memiliki iman sejati akan bebal dalam mengenali
kehendak Tuhan. Mereka hidup dalam dosa walau hukuman Tuhan nyata
atas perbuatan fasik mereka. Namun yang lebih celaka lagi adalah
mereka yang merasa diri umat Tuhan dan berhak atas janji-janji
keselamatan, padahal tetap hidup bergelimang dosa. Kiranya Anda
bukan salah satu dari kedua tipe tersebut.

Scripture Union Indonesia © 2017.