Penghakiman Allah

Roma 2:1-16

Standar kekudusan Allah adalah standar tertinggi yang sulit dicapai
manusia. Alangkah beratnya bila manusia dihakimi berdasarkan
standar Allah. Namun tidak demikian.


Paulus mengatakan bahwa orang dihakimi berdasarkan ukuran yang dia
buat sendiri (ayat 1). Mengapa demikian? Orang biasanya memandang
diri sendiri benar dan senang menghakimi orang lain. Maka ukuran
yang dipakai untuk menghakimi orang lain itulah yang akan dipakai
Tuhan untuk menghakimi manusia. Orang juga dihakimi berdasarkan
perbuatannya (ayat 5-10). Perbuatan seseorang menunjukkan
imannya, maka atas dasar itulah dia dihakimi. Selain itu orang
dihakimi berdasarkan penyataan Ilahi yang dia ketahui atau pahami
(ayat 12). Misalnya orang Yahudi. Mereka memiliki Hukum Taurat.
Maka mereka akan dihakimi berdasarkan Hukum Taurat. Sementara
bangsa-bangsa lain yang tidak memiliki Hukum Taurat tidak akan
dihakimi berdasarkan Hukum tersebut. Dengan demikian tiap orang
akan dihakimi secara adil.


Dalam menghakimi, Allah tidak pandang bulu (ayat 11). Ia tidak pernah
menganakemaskan siapapun. Walau orang Yahudi merasa diri istimewa
sebagai bangsa pilihan dan keturunan Abraham, mereka tidak bisa
menuntut perlakuan istimewa dari Allah karena hal itu. Tidak ada
seorang pun yang masuk surga hanya karena Abraham adalah
bapaknya.


Penghakiman bukan hanya menyangkut hukuman bagi yang bersalah (ayat
8-9), tetapi juga imbalan bagi yang berbuat baik (ayat 7, 10).
Kita memang diselamatkan bukan karena perbuatan baik, tetapi
ketika kita menyerahkan hidup kita sepenuhnya kepada Allah, pasti
kita akan berusaha menyenangkan Dia dengan melakukan apa yang
menjadi kehendak-Nya.


Kita tidak bisa main-main dengan penghakiman Allah. Suatu saat
waktunya akan tiba. Bila terasa begitu lama, bukan untuk
membiarkan orang punya lebih banyak waktu untuk berbuat dosa
melainkan agar orang punya kesempatan untuk bertobat. Orang yang
mengeraskan hati dan tidak mau bertobat akan menuai murka Allah
pada saatnya kelak.

Scripture Union Indonesia © 2017.