Israel adalah umat pilihan Allah. Akan tetapi, mereka telah
menyia-nyiakan Injil sehingga tidak dapat menikmati hak sebagai bangsa
pilihan. Ironis! Bangsa yang seharusnya menerima berkat besar, kini
tidak mendapatkan apa pun. Sebaliknya, bangsa lain yang sebenarnya
tidak mendapatkan bagian dari berkat itu, sekarang justru sedang
menikmatinya.
Meski demikian, Paulus menyatakan bahwa akhir kisah dari bangsa
pilihan ini, tidaklah demikian. Tidak semua bangsa Israel menolak
anugerah Allah (1-2). Paulus memberikan contoh dirinya sendiri dan
tujuh ribu orang pada zaman Elia dalam Perjanjian Lama (3-4). Paulus
juga mengatakan bahwa penolakan Israel terhadap Allah tidak bersifat
tetap. Demikian juga Allah sendiri tidak untuk selamanya menolak
bangsa pilihan-Nya itu.
Mengapa Allah seakan-akan membiarkan Israel, bangsa pilihan-Nya itu
dalam kedegilan tersandung? Pertama, bukan karena ketidaksetiaan dan
ketidakkonsistenan Allah, tapi karena bangsa ini buta terhadap
anugerah Allah (7-10). Kedua, justru karena bangsa Israel tersandung
maka pintu anugerah Allah terbuka bagi bangsa-bangsa lain dan berkat
besar tersedia bagi mereka (11-12). Ketika Israel melihat bangsa-
bangsa lain menerima berkat itu maka mereka pun akan tercelik matanya
dan mendapatkan kembali berkat yang telah diambil dari mereka.
Perenungan Paulus ini menjadi penghiburan juga bagi orang Kristen di
Indonesia. Hati kita hancur melihat bagaimana orang yang dikasihi
Tuhan justru menolak kasih itu dalam gairah agamawi yang mereka anggap
adalah ibadah bagi Allah. Fakta kemurahan Allah dan pilihan Allah
untuk Israel, juga adalah dasar untuk kita berharap bahwa Tuhan tidak
begitu saja membuang bangsa Indonesia. Mari kita giat menginjil sebab
pasti ada orang yang ingin Allah selamatkan.
Renungkan: Pahit dan putus asakah kita terhadap sikap orang
akan Injil? Ingat kasih-Nya tak terduga dan ajaib!