Pendamaian yang sempurna

Ibrani 9:1-10

Penulis Ibrani melanjutkan uraiannya mengenai keterbatasan Perjanjian
Sinai dengan menunjukkan sifat kemah suci, pusat ibadah umat
Perjanjian Lama. Pertama, kemah suci dibangun oleh tangan manusia,
karena itu sifatnya tidak permanen (ayat 1). Kedua, ruang kudus di
bagian depan kemah suci menunjukkan "jalan masuk" ke ruang
mahakudus masih terbatas (ayat 2-5, 8). Hanya imam besar yang
dapat masuk ke ruang mahakudus, satu tahun sekali setelah ia
mempersembahkan kurban pendamaian di ruang kudus. Ketiga,
keseluruhan ritual kemah suci bersifat sementara karena ini
merupakan kiasan bagi masa perjanjian yang baru (ayat 9-10).


Dengan demikian, ajaran dan perintah Perjanjian Sinai untuk ditaati
dan dilakukan umat PL merupakan ritual sementara, yang secara
simbolis memperagakan karya pendamaian Allah bagi umat-Nya. Karya
pendamaian Allah itu terwujud penuh dan nyata saat Kristus menjadi
Imam Besar, yang mempersembahkan Diri-Nya sendiri sebagai kurban
pendamaian di kayu salib. Melalui karya-Nya, tirai pemisah ruang
kudus dengan ruang mahakudus tersingkap (Mat. 27:51). Melalui
diri-Nya manusia dapat langsung beribadah kepada Allah.


Karya Kristus sudah sempurna di kayu salib. Oleh sebab itu, kita tidak
lagi mempersembahkan kurban pendamaian sebagai syarat untuk
menghampiri Allah. Kristus adalah pengantara kita satu-satunya.
Allah memperdamaikan diri-Nya dengan kita melalui Kristus.
Sekarang, Allah berbicara kepada kita melalui Kristus yang
dinyatakan dalam firman-Nya, yakni Alkitab. Itu sebabnya, gereja
tidak berfungsi sebagai kemah suci. Liturgi gereja berpusatkan
pada pemberitaan firman Tuhan, bukan pada persembahan kurban.
Pusat ibadah bukan tertuju pada altar gereja melainkan pada firman
Allah.


Renungkan: Karya Kristus merupakan dasar pembebasan kita dari belenggu
dosa. Firman-Nya membimbing kita hidup dalam kebenaran!

Scripture Union Indonesia © 2017.