Ketika Tuhannya Daud berbicara

Matius 22:34-46


Semakin kita menelusuri kisah-kisah Yesus, semakin kita takjub
terhadap-Nya. Orang Farisi tampil lagi untuk mencoba mengukur
ortodoksi iman Yesus. Lagi-lagi jawaban Yesus semakin membuat
diri Yesus cemerlang di hadapan mereka dan orang banyak.


Tentang hukum terbesar dalam Taurat Yesus merangkumkan Sepuluh
Perintah Allah ke dalam dua hukum kasih, mengasihi Tuhan dan
mengasihi sesama (ayat 37-40; Ul. 6:5; Im. 19:18). Ajaran Yesus
selaras dengan Perjanjian Lama. Jawaban Yesus sebenarnya tidak
hanya memaparkan kebenaran, tetapi juga menelanjangi kejahatan
mereka. Apabila Yesus Putra Allah, mereka sudah melanggar hukum
pertama sebab mereka tidak mengasihi, tetapi mencobai Yesus.
Apabila Yesus hanya manusia biasa, mereka sudah melanggar hukum
kedua sebab tujuan mereka bertanya adalah untuk menjatuhkan.


Kini Yesus mengambil prakarsa membalikkan posisi dan status-Nya.
Dari ditanya dan mempertahankan diri, kini Ia berbalik menanya
dan mendesak mereka (ayat 42). Pertanyaan-Nya sederhana, yaitu
siapa Mesias menurut mereka. Jawab menurut iman ortodoks dan
tradisi Farisi, Mesias adalah anak Daud. Muatan di dalamnya
bernuansa politis. Lalu Yesus makin menyudutkan mereka.
Bagaimana mungkin Daud memanggil Mesias sebagai Tuan jika Mesias
hanya anaknya, manusia biasa! Artinya, pengharapan mereka
tentang siapa dan apa karya Mesias salah, jika hanya di sekitar
konsep manusia belaka. Mesias dan karyanya pastilah ilahi sebab
Daud menuankan Mesias jauh di atasnya (ayat 45).


Jangan kita ulangi kesalahan Farisi itu, iman ortodoks dan doktrin
tanpa tunduk pada Tuhan tidaklah cukup. Bila iman hanya sebatas
persetujuan akali, rohani kita menjadi dangkal dan buta.


Renungkan:
Mengasihi Tuhan dan sesama, mempertuhankan Yesus dalam hidup
bukan soal teori tetapi soal gerak-gerik dan kelakuan
sehari-hari.

Scripture Union Indonesia © 2017.