Bercerai, siapa berani?

Ulangan 24:1-5
Minggu ke-5 sesudah Pentakosta

Menikah kembali setelah bercerai, apakah diperbolehkan? Di zaman
modern ini perceraian antara suami-istri (suami menceraikan
istri dan istri menceraikan suami) semakin sering terdengar dan
cenderung menjadi biasa. Peraturan Allah di perikop ini
berbicara tentang pernikahan kembali setelah suami-istri
bercerai, namun pernikahan ini tidak disetujui oleh Allah.
Peraturan ini tidak saja berlaku untuk zaman dulu tetapi
terlebih sekarang. Umat Allah harus memiliki ciri yang
membedakannya dari orang dunia ini.


Dalam konteks dunia Asia Timur kuno, peraturan ini justru melindungi
kaum wanita (istri) dari pelecehan kaum pria (suami). Di luar
Israel para suami dengan mudah menceraikan istrinya karena hal
yang sepele, misalnya: masakan yang hangus. Sedangkan di Israel
melalui Hukum Taurat hak kaum wanita diperhatikan, yakni tidak
boleh diceraikan tanpa ada penyebab yang serius. Di ayat 1
"tidak senonoh" bukan berarti tindakan perzinahan, melainkan
perangai moral yang tidak pantas untuk dilakukan seorang istri.


Inti peraturan di perikop ini ialah adanya larangan bagi mantan
suami pertama untuk menikahi mantan istri, khususnya jika mantan
istri ini telah menikah dan telah bercerai dari suami keduanya.
Mengapa demikian? Pertama, karena perbuatan mantan suami pertama
itu telah menyamakan mantan istri dengan seorang pelacur.
Artinya, memperlakukan mantan istri sewenang-wenang
(dipergunakan semaunya) dan tidak sopan (menceraikan). Kedua,
perceraian tidak berkenan di hadapan Allah. Keputusan untuk
bercerai yang dilakukan oleh mantan suami pertama adalah sikap
melecehkan. Sebaliknya suami harus mengambil sikap menyenangkan
istrinya sebagai pasangan yang diberikan Allah kepadanya. Hal
ini tersirat dalam ayat 5, yakni bukan hanya istri yang melayani
suami, melainkan suami perlu menyukakan hati istri.


Camkanlah:
Bercerai bukanlah alternatif kristiani. Ikatan pernikahan adalah
kudus dan serius. Hai para suami, kasihilah istrimu dan lindungi
dia! (Kolose 3:19; I Petrus 3:7-8)

Scripture Union Indonesia © 2017.