Membuka rahasia Allah.

Efesus 3:1-13
Minggu ke-22 sesudah Pentakosta

Pengalaman yang seseorang atau sekelompok orang lalui maupun
nikmati, pasti memberi alasan akan kekhususan diri orang atau
kelompok tersebut. Secara positif pengakuan ini memacu orang
atau kelompok tersebut untuk meningkatkan kualitas pengalaman
atau kemampuannya. Namun, secara negatif, jika kekhususan itu
ditempatkan pada porsi “perasaan” tanpa iman dan logika, maka
siapapun akan merasa dirinya sendirilah ang paling benar, dan
orang lain pasti salah. Orang-orang Yahudi melalui penyataan
Allah dan pengalaman hidup nenek moyang mereka bersama Allah,
merasa bahwa mereka dikhususkan Allah. Begitu pula dengan
orang-orang non Yahudi -- orang-orang Yunani para pengikut agama
misteri—melalui pengalaman spiritual, mereka beranggapan bahwa
hanya mereka yang memiliki hikmat ilahi. Kedua anggapan ini
sungguh keliru, karenanya Paulus mengungkapkan suatu kebenaran,
yaitu rahasia Allah. Orang-orang non Yahudi yang sudah percaya
telah dipersatukan dengan orang-orang Yahudi yang percaya dalam
satu tubuh, yaitu jemaat. Paulus mengatakan bahwa rahasia Allah
ini telah memberikan pengaruh yang dahsyat terhadap diri dan
pelayanannya. Olehnya Paulus didorong untuk mewartakan Injil
kepada semua orang Tugas kita, orang-orang yang percaya kepada
Kristus pada masa kini, sebagaimana yang dilakukan oleh jemaat
pada masa lampau (ayat 10) adalah memberitakan dan menawarkan
rahasia Allah itu kepada semua orang untuk mereka alami. Apakah
saat ini kita semua sudah melakukannya?


Renungkan:
Seandainya setiap orang Kristen seperti Paulus: menyadari diri
sebagai pelayan Kristus bukan pelayan diri sendiri, dan
menyadari pertolongan anugerah Allah, pastilah Gereja Tuhan akan
mampu menjadi peragaan pelbagai hikmat Allah.

Scripture Union Indonesia © 2017.