Sebuah manuver.

Yesaya 1:18-31
Minggu ke-18 sesudah Pentakosta

Dalam diri manusia terdapat keinginan untuk menyelamatkan diri
dari bahaya dan kemauan untuk bertahan hidup. Ketika seseorang
berada dalam bahaya, respons yang diambil adalah menghindar,
melakukan manuver, mengganti arah sehingga keluar dari jalur.
Tindakan manuver tidak selalu sama dengan tindakan pengecut,
namun bisa merupakan tindakan cerdas.


Bangsa Yehuda ditawari untuk melakukan manuver oleh Yahweh. Masih ada
kesempatan bagi mereka, meskipun hanya celah kecil, untuk
terbebas dari kehancuran, jika mereka mau berbalik arah. Janji
bersyarat diberikan Yahweh (ayat 18-20). Betapa indahnya
pengampunan yang diberikan Allah, tuntas dan radikal. Tidak ada
dosa yang terlalu besar dan terlalu kotor sehingga tak bisa
dibersihkan. Syaratnya adalah pertobatan yang tuntas dan radikal
pula.


Umat Yehuda harus mengambil kesempatan bertobat ini. Namun, sebagian
besar dari mereka terus berkeras hati. Mungkin mereka tidak
menyadari bahwa di hadapan Allah mereka terlihat bagaikan
pelacur-pelacur yang tidak setia. Kenyataan bahwa dosa adalah
sebuah jalur yang nyaman dan nikmat untuk dihidupi membuat
sebagian orang lengket dengan kehidupan yang najis dan membutakan
mata mereka akan bahaya yang sedang menyongsong. Untuk mereka
yang lebih memedulikan diri dan nafsunya di atas kepentingan
bangsa dan Allah, Tuhan akan menumpahkan murka-Nya yang kudus.
Yahweh yang kelihatan begitu marah tiba-tiba memberikan janji
pemulihan (ayat 26-27). Itu karena Yahweh melihat bahwa
kehancuran bukanlah kata akhir. Ada pengharapan, meskipun itu
adalah pengharapan pascapenderitaan.


Renungkan:
"Masuklah melalui pintu yang sesak itu, karena lebarlah pintu dan
luaslah jalan yang menuju kepada kebinasaan, dan banyak orang
yang masuk melaluinya; karena sesaklah pintu dan sempitlah jalan
yang menuju kepada kehidupan, dan sedikit orang yang
mendapatinya" (Mat. 7:13).

Scripture Union Indonesia © 2017.