Persekutuan kekal.

1Korintus 15:51-58
Minggu ke-17 sesudah Pentakosta

Bersekutu dengan Tuhan sering diartikan sempit, karena dibatasi
ruang dan waktu. Artinya, persekutuan dengan Tuhan hanya ada jika
ada kegiatan bersama memuji Tuhan, doa dan baca firman.
Sebaliknya jika tidak, meski sedang berkumpul bersama, tidaklah
menunjukkan adanya persekutuan dengan Tuhan. Benarkah demikian?
Paulus menunjukkan suatu dimensi baru dalam memandang persekutuan
dengan Tuhan. Dimensi kekekalan.


Paulus mendorong Kristen memegang kebenaran akan kebangkitan dan
hidup benar dalam hubungannya dengan aspek persekutuan kekal
dengan Tuhan. Usaha Paulus ini tentu saja dibarengi dengan
alasan-alasan logis. Pertama, orang mati dalam Tuhan akan
dibangkitkan pada waktu bunyi nafiri terakhir dalam keadaan tidak
binasa dan telah diubahkan (ayat 51-53). Nabi-nabi Perjanjian
Lama seringkali memiliki bayangan tentang terompet, yang
digunakan untuk mengumpulkan umat untuk perang; di sini merujuk
kepada kumpulan umat Allah pada zaman akhir (bdk. Yes. 27:13).
Paulus mengambil bayangan dari khotbah Yesus tentang akhir zaman
(Mat. 24:31). Kedua, peristiwa itu merupakan penggenapan firman
Tuhan: (Hos. 13:14; Yes. 25:8) bahwa maut telah dilenyapkan oleh
kebangkitan Yesus Kristus (ayat 54-56). Paulus mengutip Yesaya
yang merujuk ke kemenangan Allah atas kematian zaman akhir, pada
pemulihan terakhir Israel.


Ulasan Paulus mengenai persekutuan kekal, memberikan kepada kita,
orang-orang Kristen pada masa kini dua pelajaran penting pertama,
bahwa umat yang gigih mempertahankan persekutuan dengan Tuhan
tidak akan sia-sia; kedua, bahwa selain dipertahankan dengan
kegigihan, persekutuan dengan Tuhan harus dipelihara agar tidak
goyah dan tetap berdiri teguh (ayat 57-58).


Renungkan:
Tidak ada cara lain untuk memperoleh hidup dalam persekutuan
kekal dengan-Nya selain dari persekutuan kita dengan-Nya tetap
terjalin baik sampai akhir hayat kita.

Scripture Union Indonesia © 2017.