Kata dan makna.

1Samuel 3:1-4:1
Minggu ke-8 sesudah Pentakosta

Kata bukan sekadar bunyi, tetapi penyampaian makna melalui bunyi.
Kata diucapkan karena ada hal yang ingin disampaikan oleh
pengucapnya. Supaya itu terjadi kata tersebut harus didengar.
Akan sia-sia usaha pengucap, jika ternyata tidak ada telinga yang
terbuka dan kehendak yang sedia untuk mendengar.


Nas ini menyajikan perbandingan tentang dua kondisi sikap terhadap
kata-kata Allah. Pertama, Samuel, anak muda yang belum pernah
menerima firman Allah secara langsung, tetapi mendengar (ayat
7,9-10), dan Eli, imam dengan pengalaman kerohanian segudang yang
tidak mendengar (ayat 13). Kedua, Samuel yang menyampaikan
seluruh yang difirmankan Allah kepada Eli (ayat 17-18) dan Eli
yang tidak menyampaikan sepenuhnya kemarahan Allah kepada anak-
anaknya (ayat 12-13). Ketiga, jarangnya pernyataan firman Tuhan
di zaman Eli (ayat 1) dengan tidak pernah gagal-Nya firman Tuhan
pada masa Samuel. Bahkan perkataan Samuel pun sampai ke seluruh
Israel (ayat 3:19-4:1a). Semua berkait dengan kata, firman, atau
davar dari Allah (davar, kata Ibrani untuk 'kata'/'firman').
Karena itu, ketika Samuel bangun untuk keempat kalinya dan
mendengarkan firman Tuhan, ia bangun untuk menjadi bagian dari
suksesi kenabian menggantikan Eli (ayat 20). Allah sendiri yang
memilih Samuel, dan Ia menyertainya (ayat 19). Dari sudut pandang
narasi ini, Samuel adalah nabi yang sejati. Ia yang mendengarkan
panggilan Tuhan itu bertumbuh dewasa untuk menjadi pendengar dan
pemberita davar Allah yang sejati.


Jelas bahwa hidup Samuel adalah teladan, dan hidup Eli adalah
peringatan bagi kita. Sebagai Kristen, entah sudah berapa banyak
firman, khotbah, renungan, tulisan dll. tentang kebenaran firman
Tuhan yang melewati dan meriuhrendahkan hidup kita. Jangan sia-
siakan semua itu. Bangun dan dengarkan, lakukan dan beritakan!


Renungkan:
Semua orang percaya adalah pemberita-pemberita firman dengan misi
penting di tengah zaman yang genting (ayat 1Pet. 2:9).

Scripture Union Indonesia © 2017.