Betapa malangnya orang bebal dan orang munafik.

Amsal 26
Minggu ke-20 sesudah Pentakosta

Orang bebal sebenarnya tidak identik dengan orang bodoh, tetapi
orang bisa menjadi bodoh karena kebebalannya. Lebih malang lagi
bila orang pandai tetapi bodoh karena ia tidak menyadari
kebebalannya, sehingga ia tetap tinggal dalam kebodohannya.


Seorang yang tidak menyadari kebebalannya telah kehilangan arti
hidupnya. Penulis Amsal mengatakan: orang bebal tidak layak
mendapatkan kehormatan karena tidak tahu bagaimana menghargai
kehormatan (1, 8); orang bebal tidak dapat diandalkan sebagai
penyampai pesan karena pesan yang disampaikan dapat berubah dari
maksud sebenarnya, sehingga akan mencelakakan sang pemberi pesan
(6); orang bebal tidak pernah menghargai amsal bahkan dapat
menjadikan amsal sebagai pengusik kemarahan orang lain (7, 9);
orang bebal yang kembali melakukan kebodohan, tidak belajar dari
kebodohan yang pernah dilakukannya (11); orang bebal memiliki
harapan kosong (12). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa orang
bebal telah kehilangan arti hidupnya sejak ia mempertahankan
kebodohannya.


Orang munafik membungkus kebusukan hatinya dengan perkataan manis dan
indah, seolah tak seorang pun dapat membongkar apa yang ada di
dalam hatinya. Betapa kejinya orang munafik karena telah
memperdaya banyak orang dengan keramahannya. Namun tanpa disadari
ia sendiri pun akan mengalami kehancuran. Dengan segala tipu
dayanya ia berhasil meracuni orang melalui perkataan manis dan
ramah, sehingga korban terperdaya (22-25). Namun kebencian yang
telah berusaha diselubungi ini pun akan nyata dalam kumpulan
orang benar (26), sehingga ia sendirilah yang akan mengalami
akibat tipu dayanya (27). Orang munafik tak pernah merasakan
kebahagiaan karena selalu berpikir bagaimana cara mencelakakan
orang lain. Apakah orang bebal dan orang munafik pernah menyesal?


Betapa malangnya orang bebal dan orang munafik karena tidak menyadari
bahwa perbuatan mereka sendirilah yang membawa kepada kemalangan.


Renungkan:
Bebal atau munafik bukan karena latar belakang pendidikan atau
karakter, tetapi diri kita sendiri yang menjadikannya demikian.

Scripture Union Indonesia © 2017.