Gereja dan penyakit sosial masyarakat.

Yeremia 6:1-21
Minggu ke-12 sesudah Pentakosta

Hans Kung - seorang teolog Roma Katolik pernah mengatakan: 'Jika
Gereja tidak taat kepada Kepala Gereja dan firman-Nya, Gereja
tidak dapat bertumbuh Pertumbuhan sejati di dalam Gereja terjadi
ketika Kristus memasuki dunia melalui pelayanan Gereja-Nya di
dalam sejarah'. Walaupun kita tidak setuju terhadap keseluruhan
teologinya, apa yang Hans Kung katakan tentang pertumbuhan Gereja
itu adalah benar.


Bangsa Yehuda mengalami kehancuran bukan semata-mata disebabkan oleh
kekuatan, kedahsyatan serangan, dan siasat dari bangsa-bangsa lain
(1, 5-6), namun karena ketidaktaatan mereka kepada Allah dan
firman-Nya (6, 8, 11-12, 19-21). Mereka tidak memperhatikan, tidak
taat, bahkan melecehkan dan menjadikan firman Tuhan sebagai bahan
tertawaan (10). Secara sengaja dan sadar mereka menutup telinga,
menentang, dan menolak firman yang Allah sampaikan melalui
hamba-hamba-Nya (16-17, 19). Padahal ketaatan kepada firman-Nya
merupakan bukti mutlak dari ketaatan kepada Allah dan persembahan
yang paling harum di mata Tuhan (20). Bangsa Yehuda menderita
penyakit dan luka-luka sosial masyarakat yang sudah kronis
(7, 14). Sementara itu para pemimpin rohani mereka tidak berusaha
mengobati justru membiarkan dan meninabobokan mereka dengan
khotbah-khotbah yang enak di telinga dan hati yaitu Damai
sejahtera! Damai sejahtera!


Penyakit dan luka sosial masyarakat zaman kini berbeda dengan zaman
bangsa Yehuda. Kerusuhan yang berkepanjangan di Ambon, Aceh,
dan Poso merupakan bukti bahwa manusia sudah tidak lagi
menghargai sesamanya. Demi ideologi, golongan, dan agama, manusia
akan memangsa sesamanya. Amukan massa yang membakar hidup-hidup
pencuri sepeda motor merupakan bukti jauh di dalam masyarakat
tersembunyi gejolak emosi dan amarah yang siap meledak setiap saat
untuk menghancurkan dan membinasakan sesama dan segala harta
benda. Belum lagi tayangan sinetron lokal maupun barat yang selalu
mengagungkan harta dan kemewahannya dalam kehidupan manusia,
membuat masyarakat Indonesia berlomba mendapatkan kekayaan secara
cepat dan mudah.


Renungkan:
Apakah gereja hanya akan mengkhotbahkan: 'Damai sejahtera bagi
bumi! Damai sejahtera bagi bangsa Indonesia' sementara penyakit
sosial masyarakat tetap menjalar?

Bangsa Yehuda mengalami kehancuran bukan semata-mata disebabkan oleh kekuatan, kedahsyatan serangan, dan siasat dari bangsa-bangsa lain (1, 5-6), namun karena ketidaktaatan mereka kepada Allah dan firman-Nya (6, 8, 11-12, 19-21). Mereka tidak memperhatikan, tidak taat, bahkan melecehkan dan menjadikan firman Tuhan sebagai bahan tertawaan (10). Secara sengaja dan sadar mereka menutup telinga, menentang, dan menolak firman yang Allah sampaikan melalui hamba-hamba-Nya (16-17, 19). Padahal ketaatan kepada firman-Nya merupakan bukti mutlak dari ketaatan kepada Allah dan persembahan yang paling harum di mata Tuhan (20). Bangsa Yehuda menderita penyakit dan luka-luka sosial masyarakat yang sudah kronis (7, 14). Sementara itu para pemimpin rohani mereka tidak berusaha mengobati justru membiarkan dan meninabobokan mereka dengan khotbah-khotbah yang enak di telinga dan hati yaitu Damai sejahtera! Damai sejahtera!

Penyakit dan luka sosial masyarakat zaman kini berbeda dengan zaman bangsa Yehuda. Kerusuhan yang berkepanjangan di Ambon, Aceh, dan Poso merupakan bukti bahwa manusia sudah tidak lagi menghargai sesamanya. Demi ideologi, golongan, dan agama, manusia akan memangsa sesamanya. Amukan massa yang membakar hidup-hidup pencuri sepeda motor merupakan bukti jauh di dalam masyarakat tersembunyi gejolak emosi dan amarah yang siap meledak setiap saat untuk menghancurkan dan membinasakan sesama dan segala harta benda. Belum lagi tayangan sinetron lokal maupun barat yang selalu mengagungkan harta dan kemewahannya dalam kehidupan manusia, membuat masyarakat Indonesia berlomba mendapatkan kekayaan secara cepat dan mudah.

Renungkan: Apakah gereja hanya akan mengkhotbahkan: 'Damai sejahtera bagi bumi! Damai sejahtera bagi bangsa Indonesia' sementara penyakit sosial masyarakat tetap menjalar?

", "http://www.su-indonesia.org/images/santapanHarian/1125-t.jpg", 520, 350)'>
Scripture Union Indonesia © 2017.