BGA di Toraja Klasis Rantepao oleh 61 Pendeta & 41 Penatua

BGA Gereja Toraja  Klasis Rantepao (1-2 Oktober 2019)



Jika kembali mengingat lamanya perjalanan yang harus ditempuh oleh para fasilitator Baca Gali Alkitab (BGA) dari Jakarta menuju Toraja (tepatnya daerah Rantepao)–dua jam dengan pesawat dan delapan jam dengan bus–sungguh sangat melelahkan. Namun itu semua sirna ketika sambutan hangat nan sukacita diberikan sang tuan rumah yaitu Pdt. Serli sebagai perwakilan Gereja Toraja Klasis Rantepao, dan kecantikan alam Toraja yang begitu menakjubkan.

Panas matahari yang begitu terik, tidak menyurutkan semangat kami, para fasilitator untuk bersua dan melatih BGA bersama dengan para hamba Tuhan (61 pendeta dan 41 penatua/diaken) utusan Klasis Rantepao.

Pelatihan yang begitu menyenangkan dengan interaksi yang begitu hidup dari para peserta, membuat kami merasa bahwa dua hari di Toraja tidaklah cukup bagi kami untuk membagikan metode (BGA) yang begitu apik ini. Bagaikan hati yang sudah terpaut, begitu pula perasaan para peserta, mereka sangat terkesan dengan pelatihan BGA dan mereka sangat menyukai metode yang begitu sederhana namun sarat makna yang begitu dalam saat menggali pesan Allah dan menuangkannya dalam respons yang nyata. Hal ini tergambar dari beberapa kesaksian para peserta, seperti kesaksian yang diutarakan oleh ibu Pdt. Any. Beliau menuturkan bahwa metode BGA sangat menolongnya dalam mempersiapkan renungan atau khotbah, karena metode ini memampukannya untuk menggali pesan Allah lebih dalam. Hal senada juga dituturkan oleh Pdt. Agustinus, bahwa metode BGA sangat membantunya secara khusus untuk melihat dan menggali lebih dalam pesan Allah, terlebih lagi ia mampu merealisasikannya dalam tindakan nyata (baca: respons). Tidak hanya dari para pendeta saja yang memetik indahnya dan berharganya metode ini untuk pelayanan mereka, namun juga para penatua dan diaken begitu terkesan akan metode BGA. Melalui metode BGA, mereka sangat tertolong untuk mampu menggali dan mendapatkan pesan Allah dengan tepat, terlebih lagi mereka mampu merespons yang bermuara pada tekad mereka untuk mengubah diri menjadi lebih baik (contoh: disiplin memberikan perpuluhan tiap bulan, tidak merokok, dll.).

Pada tanggal 3 Oktober, kami para fasilitator meninggalkan Tanah yang begitu cantik, Tanah yang begitu memukau akan keindahan alamnya, Tanah Toraja, dengan diiringi senyum yang manis–bagaikan kue tori, kue khas Toraja yang terbuat dari manisnya gula aren–dari ibu Pdt. Serli, Pdt. Sonny, Pdt. Wahyuningsih, serta para peserta BGA Gereja Toraja. Walaupun raga kami meninggalkan Toraja, namun benih-benih BGA yang disebar oleh para fasilitator baik dari kami maupun pendahulu kami tidak akan meninggalkan Tanah Toraja. Benih itu akan terus tumbuh bahkan berbuah di bumi Toraja atau bahkan di bumi Sulawesi. Hal ini kami yakini karena pertumbuhan benih itu terjadi di klasis Pare-Pare dan klasis Lamasi. Kedua klasis Gereja Toraja ini secara rutin giat berlath BGA dalam lingkup jemaat mereka. Pada tahun 2019, jemaat klasis Pare-Pare sudah menuntaskan kelas Executive Ministry (EM) 2, dan jemaat klasis Lamasi sudah menyelesaikan kelas EM 1. Melalui dua klasis ini, kami percaya bahwa benih itu akan tumbuh pula di lima klasis lainnya di Gereja Toraja atau bahkan di gereja-gereja pulau Sulawasi.

Seperti kata Paulus di dalam suratnya bagi jemaat Korintus, ”Aku menanam, Apolos menyiram, tetapi Allah yang memberi pertumbuhan” (1 Korintus 3:6). Demikian pula Scripture Union Indonesia, melalui metode BGA yang diberikan oleh para fasilitator, benih BGA itu ditanam, disiram, namun Allah-lah yang memberi pertumbuhannya. Dan hal ini nyata terjadi di negri di atas awan, Toraja.
Scripture Union Indonesia © 2017.